Tiara Satya
KPK
Gelap malam berhasil
menjaringku ke dalam sepi yang membius isi dunia. Semua terlihat diam.
Hanya
angin malam yang sesekali datang menghampiriku membawa kembali segala memori
yang sempat terhapus oleh waktu. Perlahan kenangan itu menari-nari di pelupuk mataku,
seakan mencari celah untuk singgah. Aku teringat, dulu saat ia datang setelah
tiga tahun bekerja di luar kota.
“Ibu tidak
bisa lama menemanimu disini. Mungkin hanya satu bulan.” Ujarnya di suatu malam.
“Kenapa?”
Tanyaku sambil melipat seragam SD ku.
“Ibu kan
harus kerja lagi sayang. Kamu nggak keberatan kan? Ada kakek, nenek dan adikmu
disini.” Jawabnya lembut sambil membelai rambutku. Aku hanya mengangguk pasrah.
“Jangan
khawatir, ibu akan kembali setelah kamu lulus SMA.” Lanjutnya. Aku tersenyum
getir.
Itu adalah
sepenggal percakapan yang terjadi dua minggu sebelum ibu kembali
meninggalkanku. Memori itu telah terkubur kurang lebih enam tahun lima bulan.
Aku sudah kuliah disemester awal sekarang. Kini kenangan itu menyeruak keluar
dari dasar hatiku. Masa remajaku tak bisa kuhabiskan bersamanya. Aku hanya
berharap ia kembali. Aku sungguh rindu masa-masa kecilku saat masih bersama
keluargaku yang utuh.
Kupandangi
langit malam yang semakin pekat. Ayah.. apakah ayah sudah bahagia disana? Aku
yakin ayah berada ditempat yang tinggi sekarang. Dapatkah ayah melihat ibu?
Gumamku lirih. Tiba-tiba Handphone-ku berdering.
“Assalamu’alaikum,
bu,” Sapaku lembut.
“Wa’alaikum
salam. Sayang.. gimana kabarmu dan kabar keluarga disana? Maaf ibu jarang
menghubungimu.”
“Alhamdulillah
baik. Bu.. kapan ibu pulang?”
“Oh...
syukurlah kalau begitu. Ibu belum bisa pulang sayang, masih sangat banyak
pekerjaan disini. Semoga dua tahun lagi ibu bisa kembali berkumpul bersama
kalian. Ooh ya, jaga dirimu baik-baik ya? Jangan lupa makan dan istirahat.
Perhatikan juga kondisi adikmu. Ibu yakin kamu bisa menjaganya!” Jawabnya cukup
panjang.
“Ya...
kami menantimu disini. Semoga Allah selalu melindungimu, bu.” Jawabku. Aku
merasa kerongkonganku mengering.
“Terima
kasih sayang. Uang jajanmu akan ibu kirim setiap bulan. Jangan mengkhawatirkan
ibu ya, ibu baik-baik saja. Sudah dulu ya? Salam untuk semuanya.
Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum
salam.”
Telpon
terputus. Air mataku kembali menggenang. Ahh... jika saja aku bisa, ingin ku
penggal waktu agar aku bisa langsung bertemu denganmu. Masih berapa lama lagi
aku menanti?
Aku tidak
tahu dimana ibu, apa pekerjaannya dan bagaimana keadaannya. Terlepas dari itu
semua, aku hanya ingin bertemu dengannya. Namun apakah aku harus merasakan lagi
kandasnya sebuah harapan ? Hanya Allah yang tahu. Aku berharap jika waktu itu
tiba, aku akan memeluknya, dan mencium punggung tangannya.
Malam
semakin larut, angin kembali berhembus menyemaikan benih-benih kerinduan diatas
lahan pengharapan yang kian terbentang.......
bissmillah
BalasHapusIzin share di islamsiana.com ya ^^