-->

SMS Gratis

Sabtu, 12 November 2011

Dikejar Deadline

By Rafa Alqinansa KPK


Matahari semakin naik, membuat para siswa yang sedang upacara berpeluh dengan keringat. Untuk menghilangkan jenuh karena kepanasan dan amanat upacara yang sering kepanjangan, siswa-siswa mulai berbincang-bincang tak tentu rudu sampai ketawa gak jelas. Hingga akhirnya, ada juga yang ketahuan oleh guru yang mengawasi. Yah, seperti ketentuan sekolah, yang terlambat dan ketahuan berbicara sendiri, akan baris ditempat tersendiri dan dengan mimik muka yang biasa saja.karena, yang terjaring sangat ramai. Bagi mereka, waktu berjalan sangat lambat.Lain halnya dengan seorang cowok, Yuki, detik jam berlari cepat, waktu semakin sedikit. Ia tergesa-gesa mempersiapkan semuanya.

Ia kesiangan gara-gara nonton bola hingga subuh. Walhasil, ia terlambat sekolah! Dengan cepat ia memacu motornya menuju sekolah, meski ia tahu memang sudah sangat terlambat. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, pikirnya.

Sampai di gerbang sekolah, ia berhadapan dengan security bermuka sangar dan sudah bertahun-tahun bekerja disekolah itu. Terkenal sangat galak, menyeramkan, horror, killer, thriller dan… ups, jadi ke genre film ya??

“Pak, tolong bukain pagar dong..plis… kalo bapak bukain ni pagar, saya traktir bakwan 5 deh! nambah juga boleh kok! Plus minum kopi Mbok Sum kesukaan bapak.. Gimana, Pak? Setuju gak?”, tawar Yuki dengan wajah tenang.

“Kamu tahu darimana saya suka dengan kopi Mbok Sum?”, tanyanya heran.
“Lha, kan bapak sendiri yang bilang sama saya? Lupa ya?”
“Oh iya ya! Eh, kenapa jadi ngomongin kopi? Kamu mau nyogok saya ya?”
“Nyogok sih nggak. Nyuap aja!”

“Dasar anak bandel! Kamu nggak saya izinin masuk karena kamu udah beberapa kali terlambat dan selalu dengan alasan yang sama. Bla bla bla bla bla…”, omel sang security dengan panjangnya.

Yuki hanya bisa terdiam dan berusaha agar omongan Pak Kamto itu hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Yang ia pandang kini membuat pikirannya mumet. Dan ditengah kemumetan pikirannya, tiba-tiba ada seorang gadis yang menghampiri Pak Kamto yang sedang memarahinya.

Swiiiing…
Rambut Yuki serasa ditiup kipas angin, begitu juga jilbab cewek itu. Bunga-bunga seperti berjatuhan entah darimana. Yuki tersenyum mengembang sampai mulutnya ternganga. Tiba-tiba ada lalat yang hampir saja masuk ke dalam mulutnya. Dan di saat bersamaan, Pak Kamto menepuk bahu pemuda tanggung itu. Gagal lah rencana lalat menuju sasarannya.
“Hei! Kamu ini gak sopan ya! Saya ngomong panjang lebar matanya malah kemana-mana!”, bentak Pak Kamto
“A..anu, Pak. Tadi saya lihat ada tokek belang di pohon, Pak! Coba Bapak lihat ke pohon jambu disitu. Wiiih..lucu banget, Pak!”.

Pak Kamto menuruti kata Yuki. Setelah ia ke pohon jambu, Yuki kabur ke kelasnya. Rencana Yuki berjalan mulus mengelabui Pak Kamto. Terdengar dari jauh sayup-sayup suara Pak Kamto yang heboh sendiri gara-gara kecolongan.
Yuki menghambur menuju kelasnya. Nasib baik masih berpihak padanya, guru belum masuk ke kelas. Ia bingung melihat teman-temannya yang sibuk mondar-mandir sambil membawa buku tugas lalu mengumpul di satu tempat. Yuki yang masih linglung tak dipedulikan oleh teman sekelasnya. Lalu, ia menghampiri Gya, sahabat contek yang setia.

“Ngerjain apa sih, Gy? Sibuk sampe gini-gini amat? Santai aja lagi. Aku punya cerita nih, tadi aku …”
“Bisa tunda dulu gak sih ceritanya? Emergency nih! Kalo kamu belum ngerjain, aku gak tanggung bakal diapain sama Mrs. Horror, Bu Femi!”
“Apaaaaa???!!!”, sentak Yuki didukung dengan ekspresi lebay mendengar nama itu.
“Ah, banyak bacot nih! Cepetan kerjain! Aku baru aja mau nyontek Hira. Cepetan ambil bukumu!”, kata Gya tak kalah nyaring.
“Siap, Bos! Tungguin yak!”

Yuki mengobok-obok tasnya. Tapi, ia tak menemukan yang dicarinya. Keringat dingin mulai mengucur deras dan wajahnya penuh peluh. Sementara Gya, cemas melihat Yuki yang tak kunjung membawa buku tugasnya untuk mencontek di kerumunan teman-temannya. Tugas Gya tinggal 20% lagi selesai. Gya ngebut mengerjakan tugas itu dan langsung menghampiri Yuki.

“Mana buku tugasmu? Lama banget nyarinya. Ini bukuku, aku udah selesai. Cepet kerjain sebelum Mrs. Horror masuk!”, kata Gya.
“Gy, buku tugasku gak ada. Aku gak tahu ketinggalan dimana. Gimana nih? Kalo gak salah, Mrs. Horror mau meriksa buku tugas kita juga kan? Haduuh..”, kata Yuki sembari menepuk jidatnya.
“Hmmm…tadi kamu telat kan? Mungkin gak sih kalo bukunya cecer di jalan pas kamu buru-buru?”
“Masuk akal sih! Ya udah, bantuin gue nyari ya!”, pinta Yuki.
“Rebes, Bos!”
Mereka bergegas untuk keluar kelas. Tapi, mereka bertabrakan dengan dua orang di depan pintu kelas. Dengan refleks, mereka yang sedang berhadapan berteriak bersamaan.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…..!!!!!”
“Berani-beraninya kamu teriak tepat didepan wajah saya, hah?”, kata Bu Femi ketus.
“Ibu juga teriak tepat didepan wajah saya kan?”, kata Gya tak mau kalah.
“Diam kamu!”, teriak Bu Femi yang membuat kelas itu senyap seketika.
“Heh, anak muda! Kamu mau mencari buku tugasmu ya?”, kata Pak Kamto.
“I..iya, Pak..”, jawab Yuki dengan wajah yang memutih.
“Ooh..ini buku tugas dia ya, Pak? Sini biar saya ambil.”, kata Bu Femi.
“Ta..ta..tapi Bu.. Itu…”, kata Yuki terbata-bata.
“Kenapa? Ini kan harus dikumpulkan hari ini. Sekarang kalian berdua boleh duduk! Pak Kamto silahkan kembali ke habitatnya, ehm maksud saya ke tempatnya.”, kata Bu Femi.

Pak Kamto yang wajahnya sudah kecut, makin mengerucut dan cemberut mendengar anak-anak yang ribut menertawakannya. Lalu, ia berlalu dari kelas itu.
“Anak-anak, kumpulkan buku tugas dan buku pelajaran sejarah kalian di meja Ibu. Setelah itu kita ulangan!”

“Apaaaaaaaaaaa????!!!”, sahut mereka bersamaan dilanjutkan dengan wajah memelas.
“Gy, kamu ada belajar nggak?”, kata Yuki.
“Boro-boro belajar, tugas aja nyontek!”, jawab Gya.
“Oh iya ya, kita kan sama.”
“Sama apanya?”
“Sama-sama bego.”
BUKK!! Lalu mereka tertawa.
“Gya, Yuki! Kalo mau pacaran, jangan di kelas!”
“Kita nggak pacaran kok, Bu!”, sahut mereka bersamaan.
“Sudah! Ibu akan mulai ulangannya. Irgi, bagikan kertasnya.”
Suasana lengang tapi tak senyap. Terdengar desis-desis, bila didengar lebih dekat persis seperti ngomong pada dukun. Sangat rahasia! Mata tajam itu mendelik kesana kemari. Mrs. Horor mulai risih dengan desisan itu, ia pun berkeliling kelas. Untung! Satupun dari mereka tak ada yang ketahuan hingga waktu ulangan habis.
Setelah ulangan selesai, mereka keluar kelas dengan wajah sumringah. Sempat bersenda gurau sebentar. Tiba-tiba…

“Ini jam istirahat ya?”, suara Bariton itu mengejutkan mereka.
Tanpa banyak kata, mereka langsung masuk ke kelas. Duduk yang rapi, tangan dilipat di atas meja, lalu ada yang keseleo ketika melipat tangan. Tapi bukan tangan yang keseleo, malah kakinya yang keseleo karena tertendang bangku. Seketika kelas heboh! Mereka bingung.

“Haduh, kalo sampe Bita harus digotong gimana nih?”
“Guling-gulingin aja gue! Aduuuuuuhh…”, keluh Bita yang berbadan paling subur.
“Tenang anak-anak! Yuki dan Irgi, bopong Bita ke UKS!”, kata Pak Gukguk.
“Iya, Pak…”, jawab mereka bersamaan dengan wajah lesu.
Sesampai di UKS dan mengurus Bita, mereka hendak kembali ke kelas. Pada saat mereka hendak pergi, Yuki melihat cewek yang tadi pagi dilihatnya. Dia terbaring lemah. Yuki iba. Tapi…

“Eeehh…kalian kok ninggalin Bita?”, protes Bita.
“Emang kita old baby sitter? Udah ah, kamu kan bisa sendiri!”,ketus Yuki.
Mereka berlalu dari UKS dan menuju kelas. Wajah teman sekelas mereka kembali mengkerut bak jeruk purut. Tampak berpikir keras mencari ilham. Entah dari atas, samping, dan segala arah. Perasaan Yuki dan Irgi mulai tak enak.
“Yuki, Irgi, ini ulangan kalian. Cepat selesaikan. Tidak ada penambahan waktu.”, kata Pak Gukguk santai.
“Baik, Pak.”, jawab mereka lemas.

Tak ada penambahan waktu, tapi waktu yang tersisa hanya setengah jam. Soal ada 30, dan Yuki tak tahu apa yang harus dijawab. Ia memanggil-manggil Gya. Tapi Gya takut dengan Bapak yang satu itu. Mulailah Yuki mencari ilham dengan hitung kancing, undian kertas, dan melongo ke segala arah. Dan selesai.
Yuki kembali tersentak, ketika Pak Gukguk meminta untuk mengumpulkan tugas meringkas buku yang sudah diwanti-wantinya beberapa waktu lalu. Yuki baru saja mencatat Bab 2, padahal yang diminta ada 6 Bab. Dengan wajah kuyu ia mengumpulkan buku catatannya. Akhirnya, kali ini benar-benar waktu istirahat.
“Apes banget aku hari ini ya, Gy?”, keluh Yuki.
“Sabar, Bro… kamu harus belajar dari kejadian hari ini. Jangan nyuekin tugas-tugas, yang ada ntar kayak gini nih. Kuyu banget deh hari ini! Jelek!”, kata Gya sembari menepuk bahu Yuki.
“Kayak kamu bener aja! Tadi aja nyontek!”
“Eitss..tadi kan darurat! Nah, kalo gak tau, ya datang awal dong.. biar kebagian jatah!”
“Jatah apaan?”
“Jatah nyontek dong! Emang O’on ya!”, kata Gya lalu menunjal jidat Yuki dan mereka tertawa bersama.
“Haduh, stress aku kalo sekolah, tugas dan ulangan dadakan terus. Lama-lama bisa mati berdiri aku! Mana banyak lagi guru kita yang kayak gitu! Huuh..gak asik!”, keluh Yuki.
“Di asikin aja lah. Yuk, ke kantin. Cacing pada demo nih!”, ajak Gya.
“Yuk!”
^_^
Bel terakhir berbunyi…
Semua berhamburan pulang. Ada yang muka kelaparan, ada yang mupeng minta traktir yang tajir, dan ada yang senang karena tekanan hari itu berakhir. Yuki dan Gya pulang bersama dengan jalan kaki karena rumah mereka dekat dari sekolah. Mulailah Yuki bercerita…
“Tadi aku mau cerita, tadi ‘kan gak jadi”, kata Yuki.
“Cerita apaan?”, kata Gya.
“Pas dimarahin Pak Kamto, aku liat cewek. Tapi gak tau namanya siapa. Aku terpana, Gy! Hahahaha..gemes deh!”, kata Yuki sambil mencubit pipi Gya.
“Aduuuuh..sakit tau! Ntar tunjukin ke aku ya!”, kata Gya.
“Rebes..tapi pas ngantar Bita tadi, dia baring di UKS. Gak tau sakit apa..”, kata Yuki memelas.
“Ya udah, besok tunjukin ke aku. Biar aku deketin dia. Oke!”, kata Gya.
“Jatah gue jangan disamber yak!”
“Yeee…gini-gini normal nih! Masih demen cowok! Udah nyampe nih, Bye!”
^_^
Keesokan harinya…
“Itu tuh cewek yang aku ceritain kemarin.”, kata Yuki
“Wah, wah… berat nih kamu ngedapetinnya, Yu!”, kata Gya.
“Loh, kenapa?”
“Tampang kayak gini dipasangin sama cewek gitu. Gak masuk!”
“Gak masuk apa?”
“Gak masuk lubang upil gue! Hahaha…”
“Ah, serius dong!”
“Iya, iya. Aku samperin ya. Tunggu bentar.”
Yuki menunggu dengan sabar. Hingga 10 menit kemudian Gya kembali lagi membawa berita bagus untuk Yuki tentang gadis itu. Namanya Naima. Tinggal gak jauh dari sekolah ini. Ia orang yang ramah, murah senyum, dan lumayan terbuka. Bahkan, ketika Gya menanyakan kenapa ia ke UKS kemarin. Ternyata dia punya penyakit jantung lemah. Yuki dengan antusias mendengarkan sekaligus sedih. Untung saja, tidak sampai nangis Bombay.
^_^
Seminggu kemudian…
Yuki masih mengamati Naima dari jauh, sejak pertemuan pertama mereka. Gya kasihan melihat sobatnya itu. Lalu, ia terlintas ide untuk main kerumah Naima. Sebenarnya Yuki malu, tapi karena Gya jago membujuk, akhirnya dia mau juga.
^_^
Sampai dirumah Naima, Yuki dan Gya disambut hangat oleh Ibunda Naima.
“Kalian teman sekolah Naima, ya? Silahkan masuk.”, kata Ibu Naima.
“Makasih, Tante”, sahut Gya.
Seraya menunggu Naima, Yuki dan Gya memperhatikan isi rumah Naima. Begitu luas, apik, rapi, dan lengang. Ternyata, Naima anak orang yang sangat berada. Tapi, di sekolahnya ia tidak berlebih-lebihan. Itulah nilai plus bagi Yuki.
“Ooh..Gya. Ini siapa?”, kata Naima.

“Ini temanku, Yuki. Dia bilang pengen main-main kerumah kamu. Jadi aku anterin aja.hehe…”, jawab Gya sekenanya yang disambut pijakan kaki dari Yuki.
“Aduh!”, kata Gya.
“Kenapa, Gy?”, kata Yuki dan Naima bersamaan.
“Gak apa-apa kok, Nai…”, jawab Gya sambil pasang muka masam pada Yuki.
Gya dan Naima mengobrol dengan sangat akrab. Gya memang orang yang supel dan cepat beradaptasi dengan orang baru. Dan tinggallah Yuki melongo memperhatikan Naima, karena sejak tadi tidak diajak berbicara. Hampir saja nyamuk masuk ke mulutnya, dan pada saat bersamaan Gya menepuk bahu Yuki. Hingga nyamuk membatalkan niatnya.
“Kenapa melongo? Kan kamu yang pengen main-main kesini. Ngomong dong sama Naima. Maklum ya Nai, aslinya dia ini orangnya gak tau malu kok.”

Naima hanya tertawa kecil dan Yuki menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Eee…Nai, a…”, kata-kata Yuki terputus karena Naima tiba-tiba pingsan.
Orangtua Naima cepat-cepat memanggil ambulans dan membawa Naima ke Rumah Sakit. Ternyata penyakit jantungnya sudah akut dan tidak bisa terselamatkan lagi nyawanya. Orangtua Naima sangat terpukul melepas kepergian putri sulungnya. Yuki dan Gya terdiam tidak percaya. Lalu air mata mereka mengalir. Tidak menyangka, bahwa hari itu adalah hari terakhir mereka melihat Naima.
“Gy, Naima udah dikejar deadline ya? Mungkin gara-gara kedatangan aku…”, kata Yuki dengan suara parau menahan tangis.
“Udah dong, Sob! Jangan nyalahin diri sendiri. Semuanya udah diatur sama Yang Di Atas. Kalo gak salah, Naima bilang itu namanya emm..Lauh apa ya?”, isak Gya berhenti karena bingung mengingat.
“Lauh Mahfudz!”
“Iya, Lauh Mahfudz. Kok tau?”
“Aku kan dengerin obrolan kamu sama Naima.”

Air mata Yuki tak mampu lagi bertahan di pelupuknya yang kokoh. Ia mengalir dan dibiarkan mengalir. Apalagi Gya, matanya mulai sembab. Karena, ia merasa baru saja mendapat teman baru yang sangat menyenangkan baginya, lalu dengan sekejap Allah mengambilnya. Yuki dan Gya tenggelam dalam suasana hati masing-masing. Begitu juga keluarga Naima yang begitu kehilangan.

“Sabar ya, Tante..”, kata Gya berusaha menghibur dan disambut pelukan Ibu Gya. Tangis mereka pecah bersama. Begitu juga Ayah Naima yang terpekur menunduk.
“Sabar ya, Dek. Kalo adek nangis terus, nanti Kak Naima jadi sedih..”, kata Yuki menghibur adik Naima yang berusia 10 tahun seraya mengelus rambutnya. Adik Naima, Rio langsung memeluk Yuki dan menangis lagi hingga tak bersuara dan sesenggukan. Yuki menangis lagi, walau sebentar mengenal Naima, ia sangat merasa kehilangan.
Setelah pemakaman Naima selesai, Yuki dan Gya masih disana hingga para pelayat pulang. Mereka mengelus nisan Naima dan menaburkan bunga sekali lagi.
“Dia gadis baik, Yu. Gak salah kamu suka sama dia.”
“Semoga kita ketemu Naima lagi, Gy.”
“Amin. Semoga ia tenang disana.”

Mereka pulang dengan meninggalkan kenangan yang walau sebentar tapi berkesan mendalam setelah mengenal Naima. Ternyata, memang kenyataannya tidak hanya tugas yang disebut deadline hingga kita merasa dikejar-kejar oleh tugas-tugas itu. Kita juga kan dikejar deadline berupa kematian untuk kembali kepada Pencipta kita. Itu pasti akan datang, persiapkan diri untuk menyambutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika tulisan ini bermanfaat tolong dikomentari yach.....