-->

SMS Gratis

Senin, 11 Februari 2013

Bangsa Perokok Berat


Sardini Ramadhan 

Indonesia merupakan  negara yang banyak dihuni oleh para perokok berat. Menurut data yang dilansir pertengahan 2011 lalu, jumlah perokok di Indonesia merupakan terbesar ke-3 di dunia, setelah Cina dan India. Tak ada tempat yang aman di negeri ini dari hembusan asap para perokok. Diatas motor mereka merokok. Dibecak mereka merokok. Didalam kantor mereka merokok. Diruangan ber AC mereka merokok. Bahkan dirumah sakitpun para perokok berat itu tetap mengepulkan asap rokoknya. 


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mempublikasikan data yang dihimpun Global Adult Tobacco Survey (GATS), bahwa 190.260 orang di Indonesia meninggal dunia akibat konsumsi rokok. Jika dirata-rata, berarti setiap hari terdapat 500 orang yang meninggal akibat rokok. Ironisnya sebagian besar ahli hisab (perokok) itu adalah orang-orang miskin. Mereka tak peduli perut keroncongan, asal rokok telah  terjepit diantara telunjuk dan jari tengah semua masalah seolah tanpa masalah. Mereka baru sadar tentang bahaya rokok saat tubuh bergegar menahan batuk. Jantung terguncang memompa darah beracun. Hidung tersengal menghisap oksigen. Tubuh terbaring menanti ajal. Mereka baru insaf saat timbunan  racun dan jutaan zat perusak yang dihisab bertahun-tahun itu mulai mengkudeta ketangguhan imun tubuhnya. 

Para rerokok berat tersebut tidak mengenal usia. Bukan hanya kalangan dewasa tapi juga sudah mewabah pada anak-anak dibawah umur. Berdasarkan riset dari Komnas perlindungan anak tercatat dari tahun 1995 hingga 2007 ada 45 juta anak dibawah umur yang merokok. Mereka menjadi perokok aktif dari umur 10 hingga 14 tahun. Anak-anak sebagai perokok pasif sudah ada lebih dari 100 juta keluarga. Di tengah penurunan jumlah perokok di negara-negara maju, pertumbuhan rokok di kalangan generasi muda Indonesia merupakan yang tercepat di dunia.

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2006, proporsi pengeluaran bulanan keluarga miskin untuk tembakau sebesar 11,9 persen dua belas kali lebih besar dari pengeluaran untuk pendidikan yaitu 0,8 persen . Belanja Rokok No. 2 setelah Padi-padian pada keluarga miskin. Sedangkan kontribusi penerimaan dari Cukai Tembakau 6,6 % tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran akan rokok tidak sebanding dibanding dengan pemasukan yang diterima oleh negara. Rokok menyebabkan orang miskin semakin miskin. 

Selama ini dalih pemerintah enggan menutup perusahaan rokok dikarenakan cukai rokok yang besar dan menyerap ribuan tenaga kerja. Sampai saat ini, penerimaan negara terkait cukai pun masih sangat minim bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Misalnya saja di Amerika, harga rokok mencapai 6 dollar lebih. Di Brunei dan Malaysia, harga rokok 3-4 kali harga rokok di Indonesia. Faktanya tak ada satupun hasil devisa negara dari rokok itu dibayar oleh produsen rokok. Mau buktinya? Dari setiap harga Rp 10.000 per bungkus, harga rokok tersebut sebenarnya Rp 8.000. Yang Rp 2.000 itu cukai atau pajak rokok itu sendiri. Jadi 57 trilliun devisa negara dari keuntungan rokok itu sebenarnya bukan dari produsen rokok. Tapi semua itu dibayar oleh rakyat Indonesia sendiri. 

Bila dihitung rata-rata upah petani tembakau <50 % upah nasional dan rata-rata upah buruh rokok 73 % dari industry pengolahan lain. Artinya upah dari para petani dan buruh tembakau pun sangat rendah. Jumlah petani Tembakau tahun 2007 = 582.063 atau sekitar o,6 % seluruh tenaga kerja di Indonesia. Pekerja Industri rokok pada tahun 2006 sekitar 316.991 orang atau sekitar 0,3 % Tenaga Kerja di Indonesia (BPS 1996-2006) .Industri rokok tidak memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi penyerapan tenaga kerja. Sudah seharusnya  pemerintah perlu mempertimbangkan proses pengkerdilan industri rokok dinegeri ini.

Solusi Permasalahan Rokok
            Ketika berbicara masalah idealnya kita juga memikirkan solusi kongkrit untuk mengatasi permasalah akut tersebut. Menurut Aris Mardeka Sirait, ketua Komisi Perlindungan Anak, setidaknya ada empat hal yang harus dilakukan dalam mengatasi permasalahan rokok di negeri ini

Pertama, kita perlu menggalakkan program pengendalian rokok di masyarakat. Rokok tidak boleh dijual secara terbuka di area publik. Bahkan mengkonsumsinya pun harus ditempat tertutup dan bukan di daerah yang ada anak-anak.

Kedua,  melarang semua iklan rokok di masyarakat. Yang ini harus total. Baik di televisi, dijalanan,  dan sponsor acara musik. 

Ketiga, harus ada undang-undang yang mengatur semua bungkus atau kemasan rokok harus tanpa merek.  Seperti di Australia, semua kemasan rokok yang dijual polos tidak bergambar, bahkan tidak ada secuil tulisan merek sekalipun. Kalaupun ada harus didominasi oleh 70% gambar yang menceritakan  kerusakan akibat rokok.
Keempat,  kita menaikkan harga cukai rokok. Termasuk juga melarang menjual rokok satuan. Di Amerika harga rokok berkisar 200 ribu per bungkus dan penjualan rokok disembunyikan.
  
Tawaran solusi datas tidak akan bisa terlaksana dengan efektif jika tidak ada dukungan yang kongkrit dari penguasa. Untuk para pemimpin pemegang tampuk kekuasaan tidakkah anda peduli pada rakyat yang memberimu mandat untuk memimpin mereka?  Stop dan musnahkanlah perizinan para cukong kaya penghisap kekayaan dari hisapan rokok para keluarga miskin. Tak ada solusi lebih kongkrit. Lebih populer dan lebih berhasil untuk mengatasi musibah rokok kecuali dengan mengkerdilkan perizinan perusahaan-perusahaan rokok dinegeri ini. Mari hentikan masalah akut ini hingga keakar-akarnya. 
 
Jika tak ada kepedulian, maka takkan ada penyelesaian masalah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika tulisan ini bermanfaat tolong dikomentari yach.....