-->

SMS Gratis

Selasa, 17 Juli 2012

Pilgub DKI, aku cemburu!!!


Funtea Kpk

Mendaki gunung lewati lembah...
Sungai mengalir indah, ke samudra...
Bersama teman bertualang...
Tempat yang baru belum pernah terjamah...
Suasana yang ramai di tengah kota...
Slalu waspadalah kalau berjalan...
. . .
   
(soundtrack Doraemon Indonesia)


. . .
Banyak 



orang Indonesia hanya pergi ke kota-kota yang sama
Libur ke Singapur, atau ke Malaysia, weekend ke Bandung, pulang ke Jakarta
Hanya tau tentang Indonesia dari berita tivi dan koran saja
Bukalah kopermu isi dengan baju, banyak destinasi yang bisa dituju
Pernahkah kau dan seorang kawan ngopi kotang susu jahe di Blandongan
atau di Medan ke nelayan nikmati seporsi pancake durian
Sempatkan untuk meluncur ke Padang makan sate padang Mak Syukur
Atau di Malang duduk dengan tenang dengan secangkir hangat Wedhang Secang
Apabila kau ragu untuk menjelajahi negrimu
Perjalanan pesawat hanya setidurmu
Kecuali papua hanya setidurmu
Siapa lagi kalau bukan kamu
Yang jadi duta untuk bangsamu
Negeri yang kaya kamu pun tahu
Sekarang giliran dunia yang tahu...
. . .
                                                          (Lagu Melayu by Panji Pragiwaksono)

Lagu diatas adalah dua diantara banyak lagu yang menjadi soundtrack perjalanan saya selama pulkam kali ini. Berjalan lebih jauh menyusuri tempat-tempat yang selama ini hanya terdengar namanya di telinga. Tanpa pernah tergambar keadaan yang sesungguhnya dari daerah-daerah itu.

Bertahun-tahun menempati suatu tempat, memang membuat kita kurang peka terhadap lingkungan. Rutinitas membuat kita kurang peka, begitu kata Pak Thamrin, saat menutup kegiatan HQT mahasiswa MIPA angkatan 2010, di Paskhas, yang saat itu beliau baru saja terpilih menjadi Rektor Untan.

Sesungguhnya perjalanan yang saya tempuh tidak terlalu jauh. Hanya bermaksud mengunjungi teman-teman lama dan beberapa misi lain. Namun saya sungguh sangat kelelahan menempuh perjalanan yang amat singkat itu. Why??? You know, jalan rusak total! Padahal, itu adalah jalan penghubung antar kecamatan. Akibatnya, tangan saya pegal-pegal karena harus ekstra kerja keras mengendalikan motor. Seorang teman yang menemani saya harus sakit perut, akibat motor yang selalu mewati banyak lobang, batu-batu besar, tanah licin. Mengendarai motor seperti menunggang kuda, karena harus melompat-lompat. 

Hal yang menyenangkan adalah alam yang masih asri. Jejeran pohon karet seperti menyapa orang-orang yang pertama kali melewati jalan-jalan itu. Tanah di ladang-ladang masyarakat sedang ditutupi oleh daun-daun karet yang berguguran.

Bagaimana pendidikan di daerah pelosok itu? Jangan heran jika mereka hanya bisa membaca dan berhitung. Di belahan dunia lain telah menggunakan alat pemindai retina untuk memasuki ruangan rahasia, namun mereka masih berkutat pada kebiasaan-kebiasaan lama. Sekolah SD atau SMP, lalu menikah, selanjutnya noreh (menggoreskan sebuah pisau khusus pada pohon karet untuk menghasilkan getahnya). Sepertinya, mempelajari ilmu pengetahuan akan terhenti setelah perpisahan sekolah. Tidak heran mereka kembali akan terjebak pada rutinitas yang sudah turun temurun. Segelintir orang ada yang memutuskan untuk berdagang. Bagaimana dengan orang-orang yang memiliki kesempatan berpendidikan tinggi? Ya, sebagian besar mereka cenderung akan menjadi orang yang berorientasi pada pekerjaan yang berpenghasilan besar. Bagaimana dengan daerah yang masih terbelakang? Biar saja para orang tua atau pemerintah yang memikirkannya!

Diberikan kesempatan ngobrol dengan beberapa orang, saya mendapat sebuah pelajaran baru. Sebagian besar dari mereka adalah petani karet, yang harus noreh setiap hari. Mereka mengeluhkan harga getah yang semakin hari semakin turun. Dulu mereka pernah berjaya karena harga getah karet mencapai Rp 25.000,- per kilo. And now, hanya Rp 5.000,- per kilo. Ini adalah fenomena Butterfly Effect (please read Living Islam, page  72)! Perekonomian negara biang kapitalis (Amerika) yang sedang menukik ke jurang yang curam, berakibat pada kehidupan masyarakat di pelosok daerah ini. Harga getah karet yang semakin turun, menuntut mereka untuk berjuang lebih dari sebelumnya. Tidak sedikit yang akhirnya terjebak pada jaring-jaring ribawi.
Namun ada hal yang unik di daerah-daerah pelosok itu, yang membuat saya geleng-geleng kepala. Yaitu banner-banner calon gubernur dan fashion. Sungguh, dua hal itu tidak pernah absen ter­up-date di daerah-daerah pelosok itu. banner-banner calon gubernur pengumbar janji itu sama persis dengan banner yang ada di kota-kota. Persis. Bahkan warna banner-banner itu masih kinclong, pertanda masih baru. Fashion, juga akan selalu up-date. Ironis!

Apa kaitannya dengan judul tulisan ya???
Tentu ada, kawan! Pemilukada DKI yang sedang gencar-gencarnya beberapa waktu terakhir, juga menyita perhatian publik. Siapa yang tidak tahu kabar pemilikada DKI? Karena semua stasiun televisi menyuguhkan berbagai macam berita seputar pemilukada DKI. Ibukota negara yang masalahnya sudah berbeda dengan pelosok-pelosok daerah. Masalah ibukota sudah beralih pada kemacetan, banjir, sampah, dan lain-lain. Sementara daerha-daerah pelosok, masih berkutat dengan masalah jalan yang rusak total. Entah kapan kita bisa mengendarai motor dari kota Sintang ke Nanga Mau dengan mulusnya seperti jalan-jalan di Jakarta? Entahlah. Saya pun tidak tahu jawabannya.

Pemilukada Jakarta bahkan telah menggunakan sarana Quick Count yang disiarkan secara langsung di berbagai stasiun televisi. Kita lupa, investor-investor asing semakin banyak yang masuk ke negeri bertanah subur ini. Mencengkram sumber daya yang alam. Menancapkan taring-taringnya dengan tajam. 

Ketimpangan yang terjadi sangat terasa. Indonesia bukanlah Jakarta, Bali, Palembang, Makasar, Medan, Bandung dan Jogja saja. Tanah-tanah pelosok itu juga masuk dalam wilayah Indonesia. Maka tidak mengherankan, SDM di pelosok-pelosok Indonesia itu kurang berkompeten. Bahkan tidak sedikit SDM yang ada lebih memilih mengadu nasib di negera tetangga. 

Ironis memang. Membicarakan kondisi di daerah-daerah yang masih terbelakang, selalu ada kritikan di dalamnya. Tidak habis-habisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika tulisan ini bermanfaat tolong dikomentari yach.....