-->

SMS Gratis

Sabtu, 14 Januari 2012

Peringatan dari Tuhan

By : Ariyanti Ammara
Allahu akbar, Allahu akbar..
Allahu akbar, Allahu akbar
Asyhadu anal illahaillallah…..

Suara adzan dzuhur menggema di mushola tak jauh dari kost temanku. Muadzin itu melantangkan suaranya untuk sekedar mengingatkan pada kaum muslimin bahwa waktu untuk menghadap Allah SWT telah tiba. Tik. Tik. Tik. Perlahan aku terus melanjutkan ketikanku. Tugas yang dosenku berikan kali ini benar-banar menguras tenaga, waktu dan yang pasti pikiranku. Tugas fonologi, membuat daftar symbol-symbol huruf dalam kata. Ribet. Membuat kepalaku hampir pecah. Mana deadline pengumpulan tugasnya tinggal satu hari lagi. Jadilah siang ini aku harus full berada di kost temanku untuk mengerjakan tugasku itu. Itu karena aku harus meminjam laptop temanku.

Aku belum memiliki laptop atau notebook atau computer Pentium 4 sekalipun. Manalah, orang tuaku yang hanya petani sanggup membelikanku benda-benda mewah itu. Dapat membiayai kuliahku pun sudah sangat senang sekali. Seperti mendapatkan mutiara di dasar lautan setelah lama menyelam. Sebuah keberuntunga yang hampir tidak dapat dipercaya oleh orang-orang di kampungku. Bahkan oleh orang tuaku dan aku sekalipun.

Tik. Tik. Tik. Aku masih melanjutkan kerjaanku. Sementara sudah lewat sekitar 3 menit sang musdzin tadi mengumandangkan adzan. Tik. Tik. Tik. Melanjutkan mengetik. Sambil sesekali men-delete kata-kata yang salah. Maklumlah, aku baru belajar mengetik, jadi masih sering salah-salah dan luambaaaaaaat sekali. 
“Sholat dulu yuk, Fa.” Ujar teman kostku yang wajahnya sudah basah oleh air wudhu.
“Iya. Kamu sholat aja dulu. Aku nanti aja di rumah. Tinggal dikit lagi ni. Nanggung.” Sahutku.

“Eee… Udah. Berhenti dulu sebentar. Sholat dulu, yuk.” Rayunya.
Aku menoleh dan hanya melemparkan cengiran padanya. Bentar lagi ya..
Tik. Tik. Tik. Mengetik lagi. Temanku pun segera mengenakan mukena putihnya dan mulai “menyerahkan” diri kepada Sang Maha Pencipta. Menghadapkan diri dan memasrahkan seluruh hidunya kepada Allah.

“Inna sholati wanusuuki wamah yaya wamah maati lillahirrabil ‘alamin…
Samar-samar kudengar potongan doa iftitah yang ia baca. Sesunggungnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanya untuk Allah semata. Aku tidak terlalu memperdulikan temanku yang sedang khusyuk dalam sholatnya itu. Aku masih sibuk menyelesaikan tugasku yang sedikiiiiit lagi akan selesai. Jika tugasku sudah selesai, lalu akan langsung aku print dan jilid. Setelah itu, tenanglah hatiku dan aku bisa membaca novel kesukaanku lagi yang belum sempat aku tamatkan. Yes. Senangnya… Ayo Iffa, semangat. Batinku menyemangati diri sendiri.
Tugasku hampir 90% selesai. Tinggal beberapa kata lagi. Yap. Ayo Iffa…. Kamu bisa.. Sedikiiiiit lagi…

“Sholat aja dulu, Fa.” Kata temanku lembut setelah ia menyelesaikan kewajibannya kepada Allah, sembari menanggalkan mukena dan menggantungnya dengan rapi. Ah, Diana memang sosok yang lemah lembut dan taat. Lihatlah bagaimana kamarnya tertata rapi dan segala urusannya dapat diselesaikannya tepat waktu dan rapi. Termasuk juga ia hampir tidak pernah menunda sholatnya meskipun tugasnya sedang menumpuk, seperti saat ini.

“Iya.” Jawabku singkat. Sementara mataku tak lepas dari pandangan di layar laptop temanku itu. Tik. Tik. Tik. Tetap mengetik.
“Jawabnya iya. Tapi kok belum juga beranjak?”
“Iya, iya Bu Ustadzah… .” Jawabku lagi.
“Kalau ada apa-apa, jangan salahkan aku ya.”

Aku hanya tersenyum menagggapi dan masih tetap bergeming di tempatku. Sementara Diana sudah sibuk kembali mengerajakan tugasnya. Mencoret-coret kertas buram. Entah apa yang ditulisnya. Coretan-coretan angka yang tak dapat kubaca. Sesekali ia memencet-mencet tombol kalkulatornya. Berpikir keras sampai-sampai keningnya berkerut sambil memain-mainkan pensilnya. Menggaruk-garuk kulit kepala yang dibalut kerudung biru muda lembut.

Aku dan Diana memang teman akrab semenjak daftar ulang mahasiswa baru dulu, meskipun kami beda prodi. Aku yang senang sastra memilih jurusan Bahasa Indonesia, sementara dia yang senang berlogika dan berfikir ilmiah, memilih fisika. Namun perbedaan itu tidak menjadi penghalang bagi persahabatn kami. Kedekatan kami semakin hari semakin erat. Itu mungkin karena karakter kami yang cocok. Aku yang melankolis sangiunis dan Diana yang Plegmatis melankolis. Jadi saat sanguinisku dominan, banyak cerita dan tak bisa diam, maka plegmatis Diana yang akan mengimbangiku. Ia akan mendengarkan aku dengan sepenuh hati. Ikut tersenyum, tertawa, bahkan juga ikut menangis. Ia benar-benar sahabat yang mengerti dan mudah bersimpati serta berempati kepada sahabatnya. Aku benar-benar beruntung punya sahabat sepertinya. Diana, I Love You. Lha?? Hehe.. jangan kaget dulu. Aku masih normal kok. . Aku hanya ingin mengekspresikan rasa sayang dan senangku pada Diana.

“Iffa… Udah hampir jam satu tu.” Kata Diana mengingatkan lagi.
“Iya, Iya Bu Usta..”
Pet. Tiba-tiba layar laptop temanku gelap, membuat kata-kataku tadi tak rampung aku ucapkan. Aku syok. Sesaat tubuhku terpaku dan ku rasa dunia berhenti berputar. Beberapa detik kemudian tubuhku mulai lemas. Ragaku seperti kehilangan tulang-belulangnya.

Lunglai aku menyusuri jalan. Panas yang terik membuat cairan dalam tubuhku menguap, menjadi bulir-bulir keringat di wajah dan bagian-bagain tubuhku yang lain. Kerongkonganku juga terasa kering kerontang. Perasaanku tak menentu. Sedih, menyesal, merutuki diri sendiri, kesal dan sebagainya. Tiba-tiba aku berpapasan dengn teman satu kelasku. Mungkin ia baru saja dari warung membeli lauk untuk makan siang. Ku lihat ia menenteng satu kantung plastik kecil.
“Udah selesai, Mbak?” Sapanya.

Aku menggeleng lesu dengan raut muka yang sangat menyedihkan.
“Bukannya dari pagi tadi? Kok belum selesai?”
Mati lampu. Aku lupa nge-save. Laptop Diana pas gak pakai batrai. Jadi hilang semua.” Ratapku

“Innalillah… sabar ya, Mbak.” Hiburnya. “Sekarang Mbak mau kemana?”
“Pulang. Aku mau istirahat dulu. Udah ya.”
“Iya. hati-hati Mbak.” Katanya simpati.
Aku hanya mengangguk dan meneruskan langkahku.

Dalam balutan mukena, aku baru saja menuntaskan tasyahud akhir sholat dzuhurku. Jarum jam wekerku menunjukkan pukul 13.45. Setelah bertasbih, bertahmid dan takbir serta menyampaikan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, aku menengadahkan tangan. Saat itu perasaan dalam hatiku tak terbedung lagi. Ia pecah bersamaan air mata yang perlahan mengalir dari kedua mataku. Semakin lama semakin deras. Dan aku semakin tak kuasa untuk tidak terisak.

Ya Allah…. Ampuni hamba-Mu yang telah mengabaikan-Mu.
Ampuni hamba yang sangat sombong kepada-Mu.
Ampuni hamba yang tidak bersegera menyambut seruan untuk menghadap kepada-Mu
Ampuni hamba yang sombong, angkuh dan tidak tahu diri ini…
Ampuni hamba atas segala kebodohan dan kesombongan hamba, Ya Allah…..
Aku semakin terisak lagi. Aku bukan hanya menyesali tugasku yang hilang begitu saja setelah kurang lebih empat jam aku kerjakan, namun aku lebih sedih menyadari diriku yang ternyata masih begitu sombongnya terhadap Allah yang telah berbuat sangat baik padaku.

Aku tahu, Allah bukan marah kepadaku dengan adanya peristiwa ini. Aku justru berfikir bahwa itu tandanya Allah masih sayang padaku. Itu teguran yang Allah sampaikan padaku. Kalau peringatan dari Diana tidak mempan, maka peringatan dari Allah ini harus bisa membuatku berubah.

Ya Allah…
Terima kasih telah mengingatkan hamba-Mu yang sering khilaf ini. Terima kasih Engkau masih mencintai hamba dengan memberikan peringatan itu.
Semenjak saat itu, aku hampir tidak pernah lagi menunda sholat. Ketika adzan berkumandang, aku segera hentikan aktivitasku. Apapun itu. Kecuali hal-hal yang mendesak yang syar’i. Aku harus lebih mendahulukan Allah daripada apapun. Aku yakin, ketika kita mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan menolong dalam setiap aktivitas kita. Tidak ada urusan yang tidak mungkin jika Allah turut di dalamnya.

Semoga kisah ini dapat menjadi inspirasi kita bersama. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika tulisan ini bermanfaat tolong dikomentari yach.....