-->

SMS Gratis

Jumat, 06 November 2009

Sesal

Aku letih. Aku capek dengan seabrek tugas kuliahku. Lagi-lagi tugas. Hhhhh!!! Membosankan.

“Ada apa Dora? Pulang kuliah kok wajahnya kucel gitu?” tanya Cindy padaku waktu aku pulang kuliah dengan wajah yang tak enak dipandang.

“Aku capek Cin. Tugas kuliahku banyak banget. Aku kan juga pengen santai sekali-sekali, bukannya ngerjain tugassssss mulu.” Jawabku.“Yah, namanya juga kuliah, cari ilmu. Ya harus gitu dong. Orang tua kita juga capek tiap hari banting tulang untuk membiayai kuliah dan hidup kita di kota. Hidup di kota itu tidak murah lo, Ra. Mahal.” Kata Cindy.

“Ah, Cindy. Males ah ngomong sama kamu.”

“E-ee… dibilangin kok malah ngambek.”

Aku sebel sama Cindy.

Kring.. Kring.. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Tertera nama Avatar di sana. Avatar nelpon aku. Ada apa??

“Ra’. Dora. Ada surat ni dari ibumu.” Teriak Cindy dari luar kamarku.

“Taruh aja di meja itu.” Sahutku.

“Mungkin ibumu kangen, Ra’ sama kamu. Kan udah hampir empat bulan kamu gak pulang.” Kata Cindy setelah berhasil membuka pintu dan melongokkan kepalanya.

Ah, ibu. Gak tahu apa orang banyak tugas??? Keluhku sambil membuka surat kesekian yang dikirim oleh ibu. Benar saja. Lagi-lagi ibu menyuruhku untuk pulang liburan akhir semester tiga ini. Padahal kali ini aku udah berjanji pada Avatar untuk tidak pulang. Aku memilih tamasya ke bukit kelam bersama teman-teman sekelasku. Ah ibu. Mengganggu agendaku saja.

“Kamu kenapa, Ra’?? Kok kayaknya gak suka gitu baca surat dari ibu.” Celoteh Cindy.

“Aku malas pulang Cin. Ada apa si di kampung?? Sepi. Hhh!!” Jawabku.

“Astaghfirullah Ra’… Istighfar. Kok kamu jadi gini sih?? Dulu waktu awal-awal kuliah kamu yang paling semangat kalau pulang kampung. Tapi sekarang?? Berkali-kali Ibumu menyuruhmu pulang, kamu malah ogah-ogahan gitu untuk menjenguk ibu kandung kamu sendiri. Ibumu mungkin kangen Ra’ sama kamu. Empat bulan kamu gak pulang. Ibu mana yang gak rindu sama anaknya kalau selama itu gak ketemu. Lagi pula dua jam perjalanan kan gak lama.”

Mulai deh si Cindy berkhotbah. “Bodo’ ah. Aku males. Kamu tahu kan Cin, temen-temen sekelasku tu mau camping ke bukit kelam. Masak aku sendiri yang gak ikut?? Gak ah. Sayang liburan sama temen-temen gak ikut.”

Cindy menggeleng-gelengkan kepala mendengar jawabanku. Terlihat kekecewaan di wajahnya. Akhirnya dia meninggalkan aku dengan helaan nafas dan rasa kecewa yang begitu dalam di hatinya. Kok Cindy sebegitunya ya?? Ah, entahlah. Aku jadi ragu sekarang. Ujian tinggal dua hari lagi. Pikiranku jadi gak tenang. Tadi Avatar menelponku untuk memastikan aku jadi ikut camping ke bukit kelam. Tapi Ibu?? Hhhh. Ibu-ibu, ada-ada saja. Aku baik-baik saja kok di sini. Dan aku memutuskan untuk tetap pergi bersama teman-temanku. Ku ambil secarik kertas dan pena. Aku akan balas surat Ibu.Yap. selesai. Kali ini bukan alasan ada kegiatan wajib. Tapi karena ada mata kuliah dadakan yang jika aku ikut, maka kuliahku semakin cepat.

*****

“Kamu jadi pergi Ra’???” Tanya Cindy begitu melihatku mengepak baju-baju dalam tas ranselku.

“Iya. Kenapa?”

“Kamu gak pulang??”

“Cindy, kamu tenang aja ya. Aku sudah kirim surat ke Ibu kalau aku gak bisa pulang karena aku gak ada libur. Jadi semua beres kan??” sahutku santai.

“Astaghfirullah Dora!!! Kamu bohong lagi??? Gak. Aku gak ngijinin kamu pergi kali ini. Kamu harus pulang. Kamu harus temui Ibumu.’ Kata Cindy dengan nada tinggi. Aku gak tahu kenapa Cindy begitu marahnya padaku. Melihat keterkejutanku Cindy menyambung perkataannya.

“Kamu tahu?? Ibumu sedang sakit keras saat ini. Waktu surat terakhir Ibumu aku terima, Ibumu menelpon aku dan meminta padaku supaya aku membujukmu untuk pulang. Ibu sakit karena sangat merindukanmu. Tapi Ibumu gak mau kamu tahu. Ibumu gak mau sampai mengganggu pikiranmu. Karena waktu itu kamu sedang ujian.” Jelas Cindy panjang lebar.

“Ibumu gak mengijinkan seorangpun dari keluargamu untuk menyampaikan kabar buruk ini karena ia gak mau ujianmu terganggu. Makanya, ibumu hanya bilang dalam suratnya supaya kamu pulang sehabis ujian.” Lanjut Cindy.

Aku terdiam. Tubuhku kaku. Tiba-tiba saja ada perasaan berdosa merayap di hatiku, perlahan-lahan perasaan itu merasuk ke hati dan relung jantungku. Hingga aku tak sanggup lagi memendam dan akhirnya perasaan itu pecah dalam tangis. Ibu…… Ma’afkan aku… Ma’afkan aku….

Kurangkul Cindy. Kutumpahkan semua di bahunya.

“Cindy, kenapa kamu gak bilang? Kenapa kamu gak bilang kalau Ibu sakit???”

“Ibumu hanya ingin tahu, seberapa pedulinya kamu kepada beliau. Dan sekarang, baru setelah kamu dengar bahwa Ibumu sakit keras kamu baru sadar?? Tapi sudahlah. Belum terlambat. Kamu sudah kemas-kemas, sekarang berarti tujuanmu bukan pergi camping bareng teman-temanmu, tapi kamu harus pulang.” Kata Cindy.

Ya. Aku harus pulang. Masa bodoh dengan teman-temanku. Aku harus pulang menemui Ibu yang selama ini merindukanku. Merindukan anak semata wayangnya.

Tapi tiba-tiba ponselku menjerit tanda ada panggilan masuk. Tiba-tiba saja perasaanku tak enak. Om Yono. Ada apa ini?? Tanganku bergetar ketika akan menekan tombol yes.

“Assalamu’alaykum..” Sapaku pada orang di seberang sana.

“Wa’alaykumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh.” Jawabnya.

“Om Yono? Ada apa, Om??” Tanyaku tak sabar.

“Dora, kamu sedang sibuk ya, Nak??”

“Gak kok Om, ada apa??

“Dora, kamu harus pulang ya, Nak. Om jemput sekarang ya..” kata Om dengan suara lembut. Tapi aku tahu, ada sesuatu selain dari semua itu. Aku tak berani berkata-kata. Aku hanya menunggu kata-kata dari Om Yono, adik pertama Ibuku.

“Sekarang kamu siap-siap ya, Om jemput kamu sekarang.” Kata Om dan segera dimatikannya teleponnya setelah mengucapkan salam.

Wajahku pucat. Badanku bergetar. Aku yakin, pasti ada sesuatu yang buruk terjadi. Dan pikiranku segera tertuju pada Ibu. Ibu…. Apa yang terjadi padamu???

“Ra’, ada apa? Ra’…” Panggil Cindy sambil mengguncang-guncang bahuku. Entahlah, hanya samar-samar kudengar panggilan Cindy. Tiba-tiba saja kurasakan langit laksana runtuh menimpa kepalaku. Berat. Gelap. Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi.



*****************

Kepalaku pusing, dan samar-samar kulihat Om Yono telah ada di hadapankku. Langsung kurangkul Om Yono dan kutumpahkan semua penyesalanku telah melupakan dan berbohong pada Ibu. Aku menangis tersedu-sedu di bahu Om Yono. Aku yakin sesuatu telah terjadi pada Ibu.

“Kamu yang sabar ya Ra’. Ibu sekarang sedang kritis di rumah dan sedang menunggu kehadiranmu. Sekarang kita pulang yuk.” Ajak Om Yon.

Kuanggukkan kepala dan segera kugendong ranselku. Dengan berjuta perasaan bersalah dan menyesal serta kerinduan aku naik ke motor Om Yono. Cindy juga ikut pulang ke rumahku. Dia ingin melihat keadaan Ibuku.

Setelah sampai di rumah, kulihat banyak orang di rumahku. Perasaanku semakin tak menentu. Aku meloncat turun sebelum sepeda motor Om Yono benar-benar berhenti. Aku berlari dengan pipi yang basah karena air mata. Ketika aku berhasil menerobos kerumunan orang, aku dapati Ibuku telah terbujur kaku. Beliau tak sanggup lagi menunggu sampai aku tiba. Ibu telah terbujur kaku. Ya Tuhan… Ya Allah… Ibu….

Kupeluk tubuh Ibuku yang tak mungkin lagi mendengar suaraku. Kucium pipi dan tangan Ibu yang tak mungkin lagi melihatku, anak semata wayangnya yang selalu dirindukannya. Anak semata wayangnya yang telah tega membohonginya. Anak macam apa aku ini??? Anak macam apa??? Ya Allah…… Ampuni aku!!!! Teriakku dalam hati.

Tapi percuma. Ibu tak akan pernah kembali. Dan kasih sayangnya tak akan lagi aku rasakan. Aku tak akan pernah lagi mendengar nasehatnya, belaian tangannya, senyum tulusnya dan semua yang tak akan pernah aku dapatkan dari orang selain Ibu. Aku telah kehilangan orang yang paling menyayangiku. Ibu…………………….

Kini aku adalah seorang anak tanpa Ibu. Ibu telah menyusul ayahku ke tempat yang hakiki. Kini aku seorang diri. Aku sendiri. Menatap pilu gundukan tanah yang masih basah ini. Ma’afkan aku Ibu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika tulisan ini bermanfaat tolong dikomentari yach.....