-->

SMS Gratis

Selasa, 08 November 2011

Lebah Hutan

By : Uswatun Hasanah KPK
***
Pagi itu Mentari mengintip malu-malu, mengiringi nyanyian daun-daun yang melambai-lambai ditiup angin. Para petani, hilir mudik menuju ladangnya masing-masing menggunakan kendaraan khasnya “gerobak sapi”. Begitulah suasana desa tempat Ia dilahirkan dan dibesarkan. Daerah pegunungan bumi Sebalo yang jauh dari keramaian dan nuansa keangkuhan kota. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani, termasuk orang tuanya. Gurunya menyebut daerah mereka sebagai surganya bumi sebalo, karena hampir semua tanaman perkebunan bisa tumbuh disana.Disanalah Ia dilahirkan. Upsss… sorry tadi udah disebut di atas. He..

Ia telah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Kalau tidak ingin terlambat, sebelum pukul 06.30 ia harus sudah turun dari rumah. Rumah papan disamping balai desa itulah rumahnya. Rumah sekaligus istana bagi mereka sekeluarga. Di sana mereka tinggal ber-Empat. mas Adi setelah tamat SMA merantau ke kota, ngak mau jadi petani katanya. Nunggu bisa beli truk sendiri baru mau bertani. So.. tinggallah mamak, bapak, Ia dan adiknya si bunggsu.

“Ani.. ayo berangkat..” sapa windi dari jalan.
“Pak, mak.. Ani berangkat dulu..Assalamu’alaykum..”
Ia cium tangan kedua orang tuanya, dan secepat kilat ia sambar sepeda mini kesayangannya. Ia kayuh sepedanya mengikuti rombongan teman-teman yang baru lewat di depan rumah.

***

Teng… teng… teng…
Lonceng berbunyi nyaring, seolah-olah berbicara menggantikan bapak ibu guru untuk menyuruh murid-murid berkumpul di halaman sekolah. Lonceng tua yang di gantung di depan kantor itu, ketika di pukul akan menghasilkan tumbukan hebat, dan serta merta keluarlah gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi yang bisa memekakkan telinga orang yang ada di dekatnya.
Ani dan kawan-kawannya baru memasuki gerbang sekolah ketika dentuman lonceng itu berbunyi.
“Ayo-ayo cepat.. udah kumpul tu..” Kata windi, kepada teman-temannya.
“ Nyantai teman.. ngak kena hukum bah..” Sahut temannya yang lain.
Mereka segera menaruhkan sepedanya digarasi, dan langsung berlari memasuki kerumunan murid-murid yang berkumpul di halaman sekolah. Biasa.. satu bulan sekali, tiap hari sabtu ada kerja bakti, jadi ngak belajar. Maklumlah.. sekolah di desa. kalau dibiarin lama-lama rumputnya bisa setinggi lutut.
Setiap sabtu pagi, mereka juga mengadakan senam bersama. SKJ 1997, membangkitkan semangat juang untuk menjaga kesehatan. He.. he.. itung-itung, sekalian buat pemanasan sebelum terjun kelapangan untuk membasmi rumput-rumput liar yang ada di halaman sekolah mereka. dan setengah jam kemudian, senam selesai… barisanpun dirapikan kembali.
“Anak-anak.. hari ini kita bersama-sama membersihkan lingkungan sekolah kita. bapak harap tidak ada yang duduk-duduk nyantai dan main-main. Cepat selesai dan cepat bersih, setelah itu.. kita pulang.” Pak Tri, wakil kepala sekolah mengambil alih komando. Yap.. pak Tri salah satu guru yang disegani di sekolah mereka. Badannya tinggi, besar dan berwibawa. Anak-anak SMP itu, tidak ada yang berani melanggar apa yang di perintahkannya. Coba aja kalau ketauan ada yang bertingkah, walaupun nampak dari jauh, pasti langsung dihampirinya dengan membawa kayu kecil di tangannya.

***

“ Ndi.. mau kemana..?” tanyanya kepada windi.
“ Kekantin yok.. mau ikut..?” Sahut Windi.
“Ndak ah.. malas, aku nitip es ya..”
“ok..”
Ani dan beberapa temen cewek yang lain lebih suka bermain dan bercerita di kelas, atau sekedar menggambar indahnya panorama alam di papan tulis. Tapi keseringannya sih menggambar benang kusut. Atau kadang-kadang meniru gaya guru-guru menjelaskan pelajaran. Sedangkan anak-anak cowoknya, ah.. entahlah. Pada berhamburan ndak karuan. Ada yang lagi kejar-kejaran main bola di lapangan belakang sekolah, ada juga yang sedang memanjat pohon asam di dekat lapangan.

Ani menerawang menembus jendela kelasnya. Lapangan sepak bola yang letaknya tepat di belakang kelas 1 itu, dengan jelas dilihatnya. Temen-temannya yang cowok bermain sepak bola seperti ayam rebutan makanan. “apalah.. sukanya bermain sepak bola tu.. dahlah panas, capek..” Kata Ani pada temen-tmennya. Yang kemudian diiyakan sama beberapa temennya yang lain. Emanglah.. anak cewek kan ngak suka main sepak bola.

***

Teng.. teng.. teng…
Loncengpun kembali berbunyi. dan sekarang tidak perlu menunggu aba-aba lagi. Tanpa penghormatan, Bubar Jalan!! Belum disuruh bubarpun, semuanya sudah berhamburan seperti anak ayam. Saatnya mereka pulang.
Ani dan temen-temannya keluar dari kelas dan berjalan ke garasi samping sekolah. Jarak kelasnya lumayan agak jauh dari garasi sepeda.

“ Ayo cepat teman-teman..” Teriak Anton pada teman-temannya yang cowok dari kejauhan.
Ani ngak tau apa yang sedang mereka lakukan. Pas nyampai di depan perpustakaan sesaat kemudian terdengar teriakan.
“Lari………..!!” Seperti satu komando, temen-temannya segera berlarian semua.
Ani ngak tau apa yang terjadi, karena posisinya paling belakang. Dan kemudian,
“Aduh…” setengah teriak ani menahan sakit, seperti ada sesuatu yang menghantam kepalanya.
“Ani ndak apa2..” Tanya Windi
“Ndak.. ndak papa kok.. yok cepat pulang yok…” Muka Ani memerah menahan rasa marah, sakit dan air mata. Namun tidak di nampakkannya kepada teman-temannya.
Sepanjang jalan ia tak banyak bicara, di kayuhnya sepedanya cepat-cepat. Jarak rumahnya ke sekolah bukannya dekat, butuh waktu 30 menit untuk bersepeda. Untung aja waktu pulang jalannya banyak turunannya ketimbang tanjakan. Beda ketika waktu ia berangkat sekolah, perlu 3 kali turun dari sepeda ketika naik tanjakan yang tinggi, ya iyalah.. jalan di desa. gi mana enggak coba.. jalannya naik turun, terus aspalnya sudah berlobang-lobang dan batunya betebaran di sepanjang jalan. kalau ngak hati-hati, wah gawat.. bisa jatuh berkali-kali. Kalau jadi kodok sih tinggal lompat. Tapi kalau jatuh terus ketimpa sepeda.

“Kenapa harus aku.. coba mereka aja.. dasar anak cowok suka usil!” gerutunya dalam hati. Ia belum habis pikir ketika Anton sama teman-temannya merencanakan agenda perusakan rumah itu. “Bukankah mereka tidak mengganggu, kenapa harus di ganggu, dan sekarang kenapa aku yang harus kena getahnya..” Rasanya ingin sekali ia marah. Kalau ia bisa, di marahnya habis-habisan anton sama teman-temannyanya itu. Tapi, ia paling tidak suka berhubungan dengan makhluk yang namanya cowok.

***

“Assalamu’alaykum..”
“wa’alaykumsalam..” jawab anti (adeknya) dari dalam rumah.
Ani kemudian masuk dan langsung ke belakang. Ia cuci tangan, kaki dan muka. Kepalanya masih terasa sangat sakit. Mamak sama bapaknya belum pulang dari ladang, karena baru pukul 10.20. Setiap kerja bakti, sekolah biasanya memulangkan murid-muridnya lebih awal.
“ ndok… ambilkan mba’ minyak atau balsam..” mintanya pada adeknya.
“oleskan di kepala Mb’ ya… sakit…” Air matanya udah mau keluar menahan rasa sakit, untung aja ngak sampai matanya ikut-ikutan bengkak. Cuman kepalanya yang belakang ada dua benjolan, ya.. tidak terlalu besar lah, tapi kalau di sentuh pakai tangan, terasa benjolannya dan rasa sakit nya yang pasti.
“ Kena apa mba’..”
“ Di sengat lebah..” Jawabnya singkat.
“Kok bias sih ngak ketauan kalau ada lebah..”
“Iya.. tau.. tapi mba’ ngak sempat lari tadi… temen-temen mba’ sih.. usil, udah tau rumah lebah tu besar, masih di jolok2 pakai galah.. kalau joloknya ngak ada orang sih urusan dia.. tapi ini.. orang lagi pada lewat..” Hatinya belum bisa menerima, rasanya masih kesal sama anton dan temen-temannya yang menggagu rumah lebah tadi.
“mba’ kesal.. ma mereka, Bukan hanya karena mba’ yang jadi korbannya, tapi lebih karena sifat mereka yang jahil dan suka usil yang membuat mba’ lebih geram. Ngak mikir apa kalau perbuatannya itu juga akan merugikan orang lain.” Ia nyerocos mengungkapkan kekesalannya.
“ Ya udah lah mab’.. mau gi mana lagi coba.. nanti juga mereka bakalan nerima akibat perbuatannya sendiri..” hibur adeknya.
“Mba’.. tadi adek ada dapat cerita dari guru agama di sekolah.. mau dengar nggak..?“
“Ngak mau.” Jawabnya singkat dengan muka yang masih agak cemberut.
“Mba’.. dengarkan, pokoknya harus dengarkan..” Sambil digoncang-goncangnya tubuh Ani.
“Iya.. iya.. mba’ dengarkan.. ceritalah..” Ani mengiyakan adeknya, dari pada badannya sakit semua. Adeknya memang seperti itu, kalau punya kemauan harus dituruti.
“Mba’.. tadi Pak guru menceritakan tentang sifat terpuji.” Adeknya memulai cerita.
“ Pak guru mencontohkan tentang lebah.. kata pak guru, lebah itu tidak suka usil… tidak suka mengganggu kalau tidak ada yang menyakiti.. terus katanya lagi, Lebah itu sukanya hanya makan sari-sari bunga yang baik. dan menghasilkan madu yang baik yang sangat bermanfaat bagi manusia..”
Ani hanya diam mendengarkan adeknya bercerita.. “ terus apa lagi..” katanya.
“ makanya kata pak guru, kita harus mencontoh lebah.. tidak boleh suka mengganggu, terus kita juga harus berbuat baik kepada semua orang.. sama orang tua, kakak, adek, teman-teman.. sama semuanyalah.. termasuk sama tumbuhan dan binatang.. gitu..”
“Iyalah tu.. sip.. sip..” Ani menambahkan.
“jadi.. yang mba’ kena sengat lebah tadi tu.. ada hikmahnya juga.. he..”
“ O.. gitu ya.. hmm.. iyalah bu guru…” Ani mengacau adiknya.
“he..he..” sang adik mengekeh kecil memecahkan suasana.

Adek manjanya yang manis, selalu bisa membuatnya tersenyum. Tidak ada satu haripun yang terlewatkan tanpa cerita-ceritanya. Canda tawa merekalah yang selalu menghiasi istana kecil mereka di pegunungan pinggiran bumi Sebalo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika tulisan ini bermanfaat tolong dikomentari yach.....