-->

SMS Gratis

Rabu, 30 November 2011

kata-kata akan Powerless

By : Yunsirno

Pembaharu dunia islam itu, Hasan al Banna memilih untuk tidak menulis buku. Tentu ini sebuah pertanyaan besar bagi para pemerhati sejarah. Bagaimana mungkin pemimpin gerakan yang berpengaruh itu tidak menulis. Otak di kepalanya bukan tidak berisi sehingga ia tidak bisa merangkai kata-kata di atas pena. Kokohnya sistem tarbiyah yang ia bangun dan eksisnya Ikhwanul Muslimin sebagai gerakan islam modern jelas membantah anggapan itu. Lalu mengapa kira-kira? Tahukah Anda jawabannya?
Ceramah yang Sia-sia
Berapa juta kata sudah terlontar dari mulut - mulut mulia para ulama, ustadz, dan guru-guru kita. Bahkan betapa indahnya pula kata-kata para penceramah, dan pembicara ditaburkan di depan para audiens. Lihat apa hasilnya? Para audiens hanya tertawa sambil manggut-manggut menyimak indahnya untaian kata para pembicara itu.

Saking terpesonanya, mereka berharap akan mengikuti ceramah atau materi berikutnya. Para motivator dan trainer laris dimana-mana. Bukan karena peserta ingin berubah. Mereka hanya rindu joke-joke dari si pembicara. Ceramah ustadz-ustadz dinanti jamaah bukan semata karena mereka ingin mendekatkan diri pada Allah. Maaf tapi kebanyakan mereka hanya ingin melepas penat dunia dengan siraman-siraman yang menghibur, dan barangkali saja hidayah itu akan masuk.

Apa artinya dua fakta di paragraph di atas? Tak lain bahwa sia-sia belaka semua kata-kata indah yang dirangkai di atas pena di lembaran buku-buku kita, dan hampa sudah semua kata-kata elok para pembicara jempolan itu jika sang penulis dan sang pembicara berharap kata-kata mereka mengandung magic. Magic yang akan menggiring para pembaca dan audiensnya untuk berubah mengikuti apa yang mereka serukan.

Jangan Bicara di Podium , Memimpinlah!
Kata-kata itu akan powerless, kehilangan semua kekuatannya saat kita hanya berpaku pada menjadi pembicara atau penulis semata. Kita harus turun langsung menuntun pembaca atau audiens kita melaksanakan apa yang kita sampaikan. Kata-kata hanya sekedar pintu masuk yang membuka lebar hati orang lain untuk menerima kehadiran kita.

Lihat banyak pejuang besar sukses menggerakkan umat manusia bukan lewat rentetan ceramah di podium setiap pekan, bukan pula lewat buku yang teratur ditulis dan diterbitkan untuk menyapa pembacanya. Bukan sama sekali bukan.

Jenderal Sudirman tak perlu menabur kata-kata untuk membuat rakyat Indonesia menyingsingkan lengan bajunya. Pangeran Diponegoro tak perlu juga membakar dengan siraman rohaninya untuk menyadarkan rakyat Jawa untuk bangkit. Itu pula yang dilakukan pejuang Islam seperti Ali bin Thalib, Usman bin Affan sampai Umar bin Khattab, mereka bukan penulis ulung atau orator cemerlang. Pun junjungan kita, Rasulullah yang bahkan seorang ummi.

Maka itulah alasannya Hasan al Banna untuk tidak menulis. Ia ingin mencegah jangan sampai para pejuang sudah merasa berjuang dengan tulisannya saja. Ia secara tak langsung mengkritik para penabur kata-kata untuk tak sekedar mengandalkan kekuatan bahasa. Hasan al Banna mengajak kita untuk mengubah lewat perbuatan. Ia turun langsung menyapa umat, mengelus kepalanya, dan membisikkan kata-kata hikmah, sekali saja. Setelah itu umat itu ia bimbing sedikit demi sedikit menuju ketaatannya.

Bukankah ini juga yang dilakukan semua tokoh besar dunia. Mereka tidak membuai kata. Mereka hanya memakai kata untuk awal menjebol hati manusia agar mau berpaling padanya. Berpaling, mendengar lebih lanjut dan mengikuti bimbingannya. Maka otomatis semua orang sukses besar adalah para pemimpin. Yaitu mereka yang mau turun gunung melihat kesulitan yang di bawah, membantunya, sambil mengarahkannya pada tujuan yang sama.

Karena itu jangan salahkan pidato cemerlang Martin Luther King, Barrack Obama atau orator dahsyat, Presiden pertama kita, Bung Karno. Kata-kata mereka memang mempesona. Dan mereka sadar sesadar-sadarnya bahwa kata-kata hanya menjadi magic diawal, setelah itu tugas kepemimpinanlah yang melanjutkannya. Dan jika kedua kekuatan itu bersatu, maka akan mudahlah kesuksesan itu diraih. Karena kata-kata mereka tak hanya omong kosong belaka.

Rehat Sejenak, Lalu …
Dan jika mereka sudah sukses memimpin, maka mereka akan rehat sejenak. Mereka akan kembali menyapa umat manusia dengan ceramahnya yang sudah berisi dan menulis buku yang sudah terbukti. Saat itulah kata-kata mereka menjadi sangat powerful. Maka wahai pemimpin yang sudah mengecap perjalannya, kabarkanlah dan berbagilah semangat dan prinsip-prinsip itu lewat keindahan kata-kata kalian.

Dan wahai para orangtua, guru atau pemimpin. Itulah sebabnya kenapa kata-kata kita mati kutu di depan anak, murid dan anak buah kita. Karena yang keluar dari mulut kita hanyalah sekedar nasihat, bukan kepemimpinan yang kita contohkan dan bimbingkan langsung. Maka orangtua, guru dan pemimpin bukan ditunggu kata-katanya, tapi ditunggu gerakannya untuk ditiru dan komitmennya untuk membimbing anak, murid, dan anak buahnya.

Dan mungkin ini juga yang membuat Hasan al Banna ditembak mati masih muda oleh di usianya yang agen-agen Amerika sebelum ia sempat rehat sejenak membagi prinsip-prinsip hidupnya. Bukannya Hasan al Banna tidak mau dan tidak bisa menulis. Maka menulislah sebelum ajal itu tiba…. Menulislah untuk berbagi@

_ _ _ _ _ _ _ _ _

Oleh Yunsirno yang punya target membuka Sang Bintang School di kota mana dia berceramah dan tersebarnya buku Keajaiban Belajarnya agar kata-katanya tak seindah di mulut dan di buku semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika tulisan ini bermanfaat tolong dikomentari yach.....