Tiara Satya KPK
Gadis
itu masih menatap bayangannya di cermin. Sepertinya ia belum ingin beranjak
dari tempat itu. Akhir-akhir ini sepertinya banyak sekali masalah yang
menyesakkan hatinya. Ia melihat dirinya nampak sedikit lebih kurus. Kerudung biru
muda itu telah terpasang dengan rapi dan menambah keanggunannya. Sesaat
kemudian ia tersenyum menyadari dirinya masih mampu tegar menghadapi semua ini.
Sekali lagi ia memeriksa tas yang akan di bawanya. Sebuah album foto yang
tergeletak di atas meja cukup menguatkan hatinya. Setelah itu ia berangkat.
Sebuah
tempat yang akan turut mempengaruhi hidupnya telah terpampang di depan mata.
Ada keraguan menyelinap dalam hati, namun ia segera menepisnya. “KANTOR
PENGADILAN AGAMA” itu yang dapat terbaca oleh bola matanya yang mulai memerah. Aku harus kuat. Bathinnya. Adiknya yang
telah menunggu langsung menyambutnya dan mencium tangannya.
“Kak Ayha kenapa lama sekali?”
Tanyanya dengan nada khawatir.
“Ma’afin kakak...tadi macet banget!”
Hanya itu yang dapat di ucapkannya.
“Ya sudah ayo masuk kak, mama sama
papa udah di dalam. Mungkin udah mulai” Ajaknya sambil menarik lengan Ayha.
Ternyata ruangan itu sudah cukup
ramai. Ia melihat dua orang yang duduk di depan dan membelakangi pintu masuk.
Ayha menduga itu adalah papa dan mamanya. Hhh...
darahnya mulai berdesir. Kakek dan nenek dari pihak ibunya juga sudah duduk di
kursi bagian depan. Ayha sendiri memilih duduk di kursi paling belakang, hanya
berdua dengan adiknya. Hakim mulai berbicara, entah apa yang di bicarakannya..
Ayha tak ingin mendengarnya. Ayha menoleh ke samping kanan, menatap adiknya
dengan gelisah. Adiknya tidak berbicara sepatah kata pun dalam ruangan itu.
Hanya memandang lurus ke depan tanpa ekspresi. Entah apa yang ada dalam
benaknya saat itu. Hatinya trenyuh seketika.... tapi ia merasa adiknya jauh
lebih kuat dari pada ia sendiri. Hanya kalimat terakhir dari hakim yang Ayha
dengar. Kalimat yang memutuskan bahwa kedua orang tuanya telah resmi bercerai.
Sungguh saat itu hancurlah sudah pertahanan di hatinya. Air mata itu mengalir
dengan sendirinya. Adiknya menoleh...
“Kak Ayha... kita nggak boleh
sedih.” Ujarnya lirih.
Subhanallah..... betapa
kakak sangat iri dan malu padamu, Alfin. Mengapa kamu begitu
kuat? Gumam Ayha dalam hati.
“Ia... ma’afin kakak. Alfin benar,
kita nggak boleh sedih.” Jawab Ayha seraya menyeka air matanya.
“Ayha... Alfin..” Panggil mamanya.
Ayha dan Alfin berdiri dan menyalami kedua orang tuanya.
“Ma’afin papa sama mama. Kami nggak
bisa jadi contoh yang baik buat kalian. Papa sama mama memang sudah tidak
bersama lagi.. tapi kami akan tetap menyayangi kalian.” Ucap mamanya. Papanya
hanya diam. Ya... papanya memang pendiam, tak suka banyak bicara. Ayha memeluk
papa dan mamanya bergantian. Jutaan jarum seolah menusuk hatinya. Tapi ia harus
tetap tegar.
......
Satu
minggu setelah perceraian itu Ayha memutuskan untuk pergi jauh dari
keluarganya. Adiknya kini tinggal bersama ayahnya. Sebenarnya ia sangat tidak
tega untuk berpisah dengan adiknya. Tapi ia butuh tempat yang bisa membuatnya
lebih tenang. Berada dilingkungan keluarganya yang kurang baik itu membuatnya
pusing tujuh keliling.
“Pa.. ma...., Ayha pergi dulu..
semoga jalan ini memang bisa membuat kalian bahagia. Alfin... kakak tunggu kamu
di perguruan tinggi. Kamu pasti jadi orang yang hebat.” Ucap Ayha sebelum masuk
ke bandara.
“Ia kak.....” itu adalah kalimat
persetujuan dari Alfin. Setelah itu Ayha pergi. Cukup jauh untuk tetap
melanjutkan studinya di sebuah Universitas.
Sejuta perih mengiringi langkahnya........
Ia
cukup menyadari bahwa keluarganya telah hancur. Tapi bukan berarti Ayha pun
harus ikut hancur. Biarlah semua itu menjadi cambuk baginya untuk menjadi lebih
baik. Ia masih punya adik yang pasti akan mencontoh perilakunya. Terkadang
kehidupan memang berjalan tak seperti yang kita kehendaki, namun skenario Allah
pastilah lebih indah. Ayha percaya akan hal itu.
***
Bulan beserta ribuan bintang masih
bersinar di angkasa menemani Ayha yang masih duduk didepan jendela kamarnya.
Kenangan mengenai perceraian orang tuanya masih menari-nari di pelupuk matanya.
Padahal itu semua sudah berlalu 4 tahun silam. Namun rasa sakit itu masih saja
ada saat Ayha mengingat semua kejadian itu. Ada rasa takut yang menghampirinya
jika ia memikirkan sebuah pernikahan. Sekarang Ayha sudah mempunyai usaha
sendiri. Besok adiknya akan datang. Alfin akan kuliah di Pontianak, kota tempat
ia tingggal saat ini. Itu berarti ia akan tinggal bersama adiknya. Terakhir ia
bertemu adiknya adalah saat ia dengan bangga mengenakan toga. Ya.. saat itu
keluarganya datang walau hanya sebentar. Senyum itu perlahan mengembang di
wajahnya. Ahhh.... betapa ia sangat merindukan adiknya.... merindukan semua
kenangan indah yang pernah menghampirinya, senyum dari wajah orang yang sangat
di cintainya itu.... sepertinya ia tak sabar lagi menunggu esok..... kini Ayha semakin
yakin bahwa semua kan indah pada waktunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika tulisan ini bermanfaat tolong dikomentari yach.....