-->

SMS Gratis

Minggu, 13 November 2011

Ingin Kumulai Lagi

By Arie Ammara

Langkahku mulai lunglai. Panas benar rasanya hari ini. Alam benar2 tidak bersahabat padaku. Matahari terasa seperti jilatan api yang membakar kulitku. Hufh! Kuseka keringat yang mulai membanjiri muka. Perjalanan masih sekitar 800 meter lagi. Lumayan. Kulirik monol putih yang melingkar dipergelangan tangan kiriku, 13.16. Pantas saja cuaca demikian panasnya.
Ingatanku melayang pada sosok yang kutemui tadi. Ia begitu anggun dengan balutan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya. Balutan jilbab coklat tuanya serasa kontras dengan muka dan matanya yang bulat. Manis. Menarik. Dan aku merasakan kesejukan ketika berbincang dengannya. Tutur bahasanya teratur, diksinya bagus, dan yang paling penting senyumnya tak pernah lepas dari bibirnya yang tipis. Ramah. Demikian kesan pertama yang aku dapatkan sesaat setelah perkenalan kami. Di antara ratusan orang yang memiliki kesibukan yang sama, kebingungan yang sama denganku, namun hanya dia yang menghampiriku dan mengajak menyelesaikan tugas ini bersama-sama.

“Assalamu’alaykum.” Sapanya.” Daftar ulang juga ya? isi sama-sama yuk..” Ajaknya ramah.
“Tari..” Ucapnya sembari mengulurkan tangannya padaku, setelah cukup lama kami menerobos kerumunan orang untuk dapat keluar ruangan sekedar mencari tempat yang nyaman untuk menulis.
“Mala. Zakiyah Kemala Dewi.” Tanpa diminta aku mulai mengenalkan namaku.

“Subhanallah, namamu bagus. Zakiyah artinya cerdas. Pasti kamu gadis yang cerdas.” Ocehnya. Aku hanya tersenyum menanggapi komentarnya. Ya. Banyak orang yang berkata demikian. Zakiyah berarti cerdas. Dan itu tidak terlalu meleset dari aku yang sebenarnya. Hampir setiap kali terima raport seumurku sekolah, aku tak pernah absen menyabet peringkat tiga besar di kelas, dan tak kurang dari lima kali menyabet juara umum. Aku memang cerdas.
“Kamu sendirian aja?” tanyanya.
Aku mengangguk. Gak lihat apa dari tadi sendiri, batinku.
“Asal mana?” lanjutnya.
“Kapuas Hulu.” Jawabku singkat. Aku memang suka berkenalan dengannya, tapi tidak suka banyak berbicara dengan orang yang baru dikenal, meskipun kelihatannya ia orang baik.
Banyak bertanya pada orang yang baru dikenal malah akan terkesan basa-basi dan buang-buang waktu.

Melihat responku yang biasa saja, ia pun memutuskan untuk focus mengisi beberapa titik-titik yang masih belum terisi di lembar formulirnya.
“Emmm, kamu mau kembalikan formulirnya hari ini juga?” Tanyanya lagi setelah beberapa saat kami saling diam.

Sekali lagi aku hanya mengangguk.
“Kamu bawa raport?” Lanjutnya.
Mengangguk, sekali lagi.
“Aku lupa bawa, jadi terpaksa aku bawa pulang dulu formulirnya. Besok aja deh, aku kembalikan.” Jelasnya.
Aku kan gak tanya. Batinku.
Kulirik monolku lagi. 13.25. Sekitar 400 meter lagi. Keringat di mukaku semakin banyak. Sedikit menyesal juga aku tolak tawaran Tari untuk mengantarku tadi. Seandainya aku terima tawarannya, pasti sekarang aku sudah bisa beristirahat dan merasakan segarnya kipas angin membelai-belai wajahku, sehingga pikiranku melayang-layang dan aku benar-benar beristirahat. Hmmm… Sedapnya…..

*********
Hari ini hari kedua PAMB. Saat waktu dzuhur tiba, aku memilih untuk ikut gabung dengan yang tidak sholat. Tentu saja dengan beralasan aku sedang berhalangan. Nanti ajalah sholatnya, di kost aja, pikirku. Sepertinya ribet sholat di sini. Pasti antri. Akupun mulai bergabung dan mengikuti permainan yang kakak panitia ajarkan. Seru juga. Tapi kita kan capek, masak dikasi’ pemainan terus. Beberapa saat berikutnya sepertinya kakak itu seperti mendengar ocehan dalam hatiku. Ia pun mengganti perminan dengan bercerita tentang kisah seorang istri Nabi, Aisyah.

“Di sini ada yang kenal dengan Aisyah ra, istri Nabi Muhammad saw yang.....
Kakak itu mengkisahkan dengan sangat menarik. Seluruh tubuhnya seperti ikut berekspresi menggambarkan bagaimana. Matanya sesekali membesar dan menyipit. Tangannya bergerak ke sana-kemari dan jilbabnya yang lebar sesekali bergoyang tertiup angin. Cerita dan piawainya dalam membawakan cerita itu membuat kami yang mendengarkan terkesima dan dapat memahami apa yang ia sampaikan sepenuhnya. Kecuali nama-nama yang sangat aneh itu. Aku tak ingat. Jangankan ingat, mengucapkannya kembalipun aku tak bisa.

Sempat terlintas dibenakku. Apa sih yang membuat orang-orang berjilbab besar itu memakai jilbab seperti itu?? Apa enaknya coba. Bukannya suasana di sini luar biasa panasnya. Isssh, tak ku bayangkan jika aku yang memakainya. Dengan rambutku yang sebahu dan selalu ku ikat kucir kuda inipun aku masih selalu merasa panas, apalagi dengan jilbab lebar seperti itu. Dan belakangan aku tahu, jilbab mereka berlapis. Waw!!!

Mendung menggelayut di angkasa. Hanya tinggal menghitung detik saja maka bumi akan segera basah oleh guyuran air dari langit. Teman-temanku yang lain sudah berhamburan pulang dari tadi. Tinggal aku dan beberapa orang laki-laki yang ada. Ini semua gara-gara kami harus menghadap abang PM untuk mempertanggungjawabkan kesalahan kami. Aku terlambat datang tadi pagi, memakai sepatu berlist putih dan tidak membawa roti untuk sarapan. Itu semua gara-gara aku tak bisa tidur tadi malam. Pikiranku benar-benar kacau. Berbagai pikiran terlintas dan membuatku resah. Entah apa yang membuatku demikian galau, perasaanku benar-benar tak nyaman. Baru lewat jam empat pagi mataku perlahan-lahan mulai mengatup dan tak sadarkan diri. Alhasil, aku bangun saat sinar matahari yang menerobos lewat celah jendela kamar kos ku dan tepat mengenai mataku. Bergegas kusingkap selimut dan kulirik sekilas jam weker berbentuk kucing tepat di samping kepalaku. Jam 6:42???!! Tamatlah riwayatku. Aku baru teringat belum membeli persiapan untuk PAMB hari ini. Roti belum dibeli. Sepatu basah karena aku lupa memasukkannya ke dalam, padahal tadi malam hujan turun dengan lebatnya. Terpaksa aku memakai sepatu ber list putih. Hmmmm. Benar-benar tamat riwayatku hari ini. Dan benar saja, aku dapat tugas dari abang PM untuk mencari kenalan senior sebanyak 50 orang selama satu minggu. Yang benar saja?? Aku adalah orang yang paling tidak suka basa-basi. Bagaimana mungkin aku bisa memperoleh kenalan senior sebanyak itu dalam waktu satu minggu??? Satu tahun pun aku tak yakin. Karena selama tiga tahun di SMA, aku hanya memiliki empat orang teman.

Kupercepat langkahku, berharap bisa mengalahkan kecepatan hujan yang mulai turun dan mungkin sekarang butir-butir air itu tengah berebut untuk sampai ke bumi.
“Assalamu’alaykum..” sebuah suara mengejutkanku.
“Wa’alaykumussalam.” Reflek kujawab dan kudapati kakak yang tadi siang bercerita tentang Aisyah berada tepat di sebelahku.
“Pulang kemana? Kakak antar yuk..” Pintanya
Aku sedikit ragu.
“Gak usah kak. Udah deket kok.” Bohongku. Padahal perjalananku masih sekitar 20 menit lagi.
“Sudah hampir hujan, ni. Gak apa-apa yuk, kakak antar.” Bujuknya.

Hm, boleh juga. Degan cepat aku melompat di jok belakang mio nya. Benar saja, baru sekitar lima menit kami berjalan, hujan seperti mengguyur tanpa ampun. Membuat tubuh kami basah. Untungnya tak lama kemudian kami telah sampai di kos ku. Bajuku belum terlalu basah. Namun baju kakak yang telah menolongku telah basah kuyup. Aku melihat sekilas bibirnya bergetar menahan dingin.
“Alhamdulillah sampai, kakak pulang dulu ya.. Assalamu’alaykum..” Pamitnya.
“Wa’alaykumussalam.” Jawabku yang pasti tidak terdengar oleh kakak tadi. Dia sudah melaju meninggalkan aku yang telah ditolongnya. Menerobos butir-butir air yang turun dengan suka cita ke bumi. Tak ada pertanyaan apa-apa di sepanjang perjalanan tadi. Karena mungkin memang kami sibuk dengan doa kami masing-masing agar hujan kalah cepat dengan kelajuan motor yang kami kendarai.

Sekali lagi malam itu aku tak bisa memejamkan mataku dengan cepat, padahal aku ingin segera mengistirahatkan seluruh tubuh yang cukup lelah dengan aktivitas sehari tadi. Mencoba memaksa namun tetap saja mata ini tak mau terlena. Kuraih handphone hadiah terakhir dari abangku satu-satunya dua tahun yang lalu. Ku buka inbox, beberapa buah sms dari nomor baru yang tak ku kenal. Dua hari ini ada nomor baru yang mengirimkan sms ke hp ku.

Janganlah kau memperkecil nilai kebaikan walaupun hanya dengan menemui saudaramu dengan wajah yang berseri-seri (tidak muram). H.R Muslim.

“… Mulailah segala sesuatu dari hati, dilakukan dengan sepenuh hati, dan pahami suasana hati… jika sudah.. maka lihatlah bagaimana banyak hati member hati terhadap hati yang tulus member arti… Indahnya saling berbagi dengan hati.”

Ingatanku kembali kepada kakak yang menolongku sore tadi. Siapa gerangan namanya? Tinggal dimana? Teringat sorot matanya yang teduh dan keningnya yang sedikit menghitam. Aku sering melihat orang-orang dengan kening menghitam adalah orang-orang yang taat. Rajin sholat tahajud, kata orang. Kok kakak itu mau ya menolong orang yang belum dikenalnya?? Tiba-tiba ingatanku meloncat lagi pada Tari. Dari sekian banyak orang hanya Tari yang menghampiri, menyapa dan memperkenalkan dirinya terlebih dahulu. Dengan sikapku yang cuek, dia tetap saja berlaku baik padaku, bahkan menawarkan diri mengantarku pulang. Perasaanku mulai gundah lagi. Berkali-kali aku membalik-balik badanku ke kanan dan ke kiri, tetap saja hatiku tak tenang. Tak terasa hati ini merasa sedih sekali dan tanpa kusadari air mataku mengalir begitu saja. Entah mengapa.

*****

“Untung ada seorang kakak yang mengantarku pulang kemarin, kalau tidak pasti aku gak bisa ikut PAMB hari ini. Aku gak bisa kena hujan, pasti langsung demam.” Samar-samar ku dengar seorang perempuan berbicara di depanku saat berjalan menuju kampus.
“Kakak siapa?” Tanya temannya.
“Wah, aku gak sempat tanya namanya. Itu lho kakak yang kemarin ceramah tentang Aisyah..”
Kakak itu.
Sesampainya di kampus, mataku berkeliling mencari sosok kakak yang kemarin menolongku. Kemana dia?? Aku ingin bertanya siapa namanya. Namun sampai waktu istirahat sholat dzuhur juga aku belum menemuinya.
“Hay, Assalamu’alaykum.. Kamu Mala kan??” Sapa seseorang mengejutkanku.
“Tari? Apa kabar?” Sahutku dengan senyum. Entah mengapa bahagia rasanya bertemu Tari pada saat-saat seperti ini.
“Alhamdulillah baik. Kamu sendiri gimana?”
“Baik juga.”
“Sholat sama-sama yuk.”
Sesaat aku ragu. Tapi akhirnya kali ini aku ikut ajakan Tari. Tiba-tiba langkahku terhenti. Aku ingat, aku tidak membawa mukena.
“Kenapa?” Tanya Tari.
“Aku gak bawa mukena.”
“O, gampang. Nanti aku carikan pinjaman. Yuk.”
Terpaksa aku harus menunggu jamaah sholat gelombang pertama selesai. Namun Tari memang bisa diandalkan. Berkat bantuannya aku mendapat pinjaman mukena. Hmmm.. banyak juga teman Tari, padahal kita baru tiga hari jadi mahasiswa. Tapi sudah hampir setiap orang Tari kenal.
Seusai sholat, aku masih belum menyerah mencari-cari dimana gerangan kakak yang menolongku kemaren. Mataku masih saja menyapu sekitar, namun nihil.

*****

Sore ini hujan turun lagi. Aku belum bisa pulang jika hujan belum juga berhenti. Untuk itu aku memutuskan untuk berteduh di mushola kampusku. Hanya ada satu pasang sandal di tempat akhwat, begitu yang tertera pada papan kecil di luar ruangan. Aku mendengar samar-samar orang melantunkan Al-Qur’an di dalam mushola. Ku putuskan untuk mengisi saat-saat menunggu hujan reda dengan berteduh di dalam mushola. Baru beberapa menit aku dikejutkan oleh sapaan perempuan yang tadi.

“Assalamu’alaykum.”
“Wa’alaykumussalam.” Aku terkejut bercampur senang. Ternyata yang menyapaku adalah kakak yang selama ini aku cari. Setelah hampir satu minggu barulah aku bertemu dengannya.
Kami pun akhirnya berkenalan. Namanya Dewi, mahasiswi tingkat enam prodi Kimia. Dia juga tengah menunggu hujan reda. Ketika hujan mulai reda, dia menawarkan kebaikannya sekali lagi untuk mengantarkanku pulang. Aku tak menolak. Aku merasakan kedamaian dan ketenangan saat berbincang dengannya.

Entah kenapa, hatiku merasakan kesejukan saat aku bersama Kak Dewi. Sosoknya yang biasa, mampu menyentuh sisi gelap dalam hatiku. Senyum tulusnya mampu menyihir mataku. Tuturnya yang lembut seperti merasuk dalam hatiku dan menggetarkannya.

Sesampai di kos, aku lalu membersihkan badanku. Matahari telah beranjak ke peraduannya. Kubuka lemari pakaianku. Terlihat di sana mukena yang terlipat rapi karena jarang kusentuh. Bismillah… aku ingin memulainya lagi.

Masih terdengar sayup-sayup orang mengaji di kejauhan.
Ya Allah, masihkah kau terima sholat hamba-Mu ini???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika tulisan ini bermanfaat tolong dikomentari yach.....