-->

SMS Gratis

Minggu, 13 November 2011

Gara-gara Flasdisk

by: Rafa Alqinansa


Aku tak ingin semua berlalu begitu saja. Aku ingin di setiap detik aku hidup bisa menjadi sejarah indah yang bisa kukenang seumur hidup. Dan akan kuceritakan itu pada anak cucuku di masa tuaku. Masih banyak target-target hidup yang belum ku jalankan, walupun sudah terencana dalam benakku. Aku ikut banyak organisasi untuk pendewasaan diriku dan aku usahakan untuk aktif di lima organisasi yang telah aku ikuti.
Hari-hari ku lalui dengan kesibukan. Bahkan, aku sering pulang larut malam karena kegiatanku. Aku merasa tak enak hati dengan orangtuaku. Hanya di pagi hari saja aku bisa membantu membersihkan rumah. Setelah itu, aku pergi dan kembali bergelut dengan organisasi-organisasi. Yah, begitulah aku yang sekarang. Walau kadang aku kecewa dengan diri sendiri, karena belum bisa membuat kedua orangtuaku bangga.
^_^

Saat itu aku sangat lelah. Aku baru saja pulang mengajar les privat. Tapi aku harus kembali mengerjakan laporan kegiatan yang belum rampung kukerjakan dan tugas-tugas kuliah yang menumpuk. Aku segera mengobok-obok tasku untuk mengambil flashdisk yang berisi data-data penting. Dari mulai urusan kuliah, urusan organisasi, hingga urusan pribadi yang tak boleh diketahui orang lain. Tapi, aku tak menemukan keberadaan flashdisk-ku. Padahal di hari itu, aku tak meminjamkan pada siapapun flashdisk itu.

“Ma…ada liat flashdisk Ribka nggak?”, tanyaku pada Mama yang sedang membuat kue.
“Loh, mama nggak tahu..Ribka kan nggak pernah naruh flashdisk sembarangan..”, jawab Mama enteng sambil mengadon kue.
“Yah..jadi kemana dong?”
“Mungkin jatuh di kampus…”

Hmm..mungkin yang dikatakan Mama benar. Lalu, aku menghubungi teman-teman yang bersamaku dikampus hari ini. Tapi, tak ada satupun yang tahu perihal flashdisk-ku. Kali ini aku menghubungi orang yang tak bersamaku di hari ini. Tapi entah kenapa, pikiranku tertuju pada Mas Rangga, abang kelasku saat SMA yang sudah lama akrab denganku. Ia keturunan Jawa tulen, oleh karena itu aku memanggilnya dengan sebutan “Mas”. Orang yang berlainan dengan kampusku, dan aku tidak bertemu dengannya hari ini. Tapi, aku bertemu dengannya kemarin. Lalu, aku memutuskan untuk meneleponnya.

“Halo, Assalamu’alaikum..”, sapaku membuka pembicaraan.
“Wa’alaikumsalam. Ada apa nih, Rib? Tumben nelpon? Kangen yah? Atau kamu…”, sahutnya tanpa memberiku kesempatan berbicara.

“Ntar dulu! Ribka belom ngomong udah nyerocos aja nih!”, kataku ketus.
“Iya, iya, maaf…trus ada apa?”
“Hmm…liat flashdisk Ribka nggak?”

“Loh, jauh banget nanyain flashdisk sampai ke Mas? Ribka mikir Mas yang ngambil flashdisk-nya ya?”, kata Mas Rangga dengan nada curiga.
“Bukan gitu maksudnya, Ribka kan cuma nanya. Kali aja bener Mas yang megang flashdisk Ribka sekarang”, kataku.

“Oh, gitu..selamat ya!”, suaranya bernada mengejek.
“Selamat buat apaan? Orang lagi mumet juga!”, geramku.
“Selamat mencari flashdisk! hahaha..”katanya sambil tertawa.
“Tapi…”,
Tut, tut, tut, tut…

Tiba-tiba Mas Rangga menutup telepon. Padahal aku masih ingin bertanya-tanya.

Duh…siapa sih yang resek bawa flashdisk ku? Untung saja, data-data kuliah dan organisasi sudah aku salin ke Chiba, laptopku. Tapi di flashdisk itu, ada data yang benar-benar aku perlukan. Ada cerpen yang telah ku buat untuk kukirimkan ke koran. Dan cerpen itu adalah tiketku agar bebas Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah yang berkaitan dengan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sudah kebiasaanku, setiap menulis cerpen hanya ku simpan di flashdisk. Tapi, sekarang aku kehilangan cerpen itu saat aku benar-benar membutuhkannya. Aku hanya bisa cemberut.
^_^

Tiga hari berselang…
Aku masih belum menemukan Klik, flashdisk-ku tersayang. Yang nggak cerewet dan selalu bebas virus-virus berat yang membahayakan PC orang lain. Tapi, terkadang mengandung virus-virus ringan yang sangat banyak. Yah, begitulah Klik. Hehehe…

Malamnya, Mas Rangga bertandang kerumahku untuk menitip pamflet acara di kampusnya. Seperti biasa, ia enggan masuk kedalam rumahku. Aku kembali menanyakan flashdisk-ku.
“Beneran nggak ada ngeliat flashdisk Ribka?”
“Emang isinya apaan sih?”
“Isinya itu, ada cerpen yang udah selesai dan mau Ribka kirim ke koran. Supaya bebas UAS. Hehehe…”
“Oooh...kasihan, mau ngirim cerpen supaya bebas UAS, malah flashdisknya nggak ada”, ejeknya.
“Ih, udah ah! Bukannya bantu nyariin, malah bantu ngeledekin Ribka mulu nih!”, kataku ketus.
“Ya udah…kalo gitu gini aja…Abang pulang dulu ya…Assalamu’alaikum”, dengan segera Mas Rangga menstarter motornya dan berlalu dari pandanganku. Dasar menyebalkan!
“Wa’alaikumsalam”, jawabku lirih.
^_^

Keesokan paginya, aku bergegas ke kampus. Aku bangun kesiangan karena membuat cerpen hingga larut malam. Tapi, cerpennya masih belum selesai. Aku ketiduran di depan Chiba. Tapi, nasib baik masih berpihak padaku. Dosen menyeramkan itu belum masuk ke kelas. Setidaknya, ada sedikit waktu untukku menarik napas dan mengeluarkannya secara perlahan. Betapa leganya aku…
“Teman-teman, hari ini Pak Theo nggak masuk karena ada urusan di luar kota. Aku baru aja dapet SMS nya nih…”, kata Bobi, ketua tingkat kami sambil menunjukkan ponselnya.

Fiuh…aku lega sekali mendengarnya. Jadi, aku masih bisa melanjutkan membuat cerpen. Cerpen ku berjudul Perginya Sang Adinda, yang mengisahkan kasih sayang kakak kepada adiknya yang cacat fisik dan memiliki komplikasi berbagai penyakit dalam. Cerpenku ini penuh dengan keharuan dan perjuangan. Rencananya akan ku kirim besok saja, kalau hari ini aku bisa merampungkannya. Dan aku harap bisa diterima di koran. Semoga.
^_^

1 bulan kemudian…
Klik-ku belum juga ditemukan. Aku bingung dan resah. Apa sih untungnya ngambil flashdisk yang harganya nggak seberapa, dengan kapasitas Cuma 1 GB? Kalo ketemu dengan orang yang ngambil, bakal aku tabok! Bila perlu akan ku jadikan tukang ojekku antar jemput kuliah selama masa hilangnya flashdisk itu. Lumayan, ngirit bensin. Hehehe…

Hari ini hari Minggu. Papa ku biasa membeli koran hari Minggu. Aku selalu menunggu beliau membeli koran di hari Minggu. Dan berharap cerpenku dimuat tentunya.
Benar saja, aku tak percaya dengan apa yang ku lihat. Cerpenku dimuat! Tertulis nama lengkapku dan nama kampusku. Aku bersorak dalam hati dan juga bersorak sorai dengan suara. Sehingga rumah ribut karena teriakan girangku. Dan adik-adikku mengomel karena keributanku.

“Alhamdulillah, ya Allah..cerpenku diterima. Itu artinya Ribka bebas UAS! Ma…Pa… Ribka nggak ikut UAS dan langsung dapat nilai sempurna. Ribka senang banget!”, ceritaku pada orang tuaku yang sedang bercengkrama sambil loncat-loncat kegirangan.

“Haduh…lihat deh, Pa. Begini nih kalo lagi senang berlebihan. Hati-hati nak, nanti perutnya sakit gara-gara kebanyakan loncat-loncat”, kata Mama mengingatkan.
“Masa sih bisa di muat? Coba sini Papa lihat”, kata Papa ku seraya mengambil koran yang sudah nggak karuan bentuknya. Lalu, Mama juga ikut melihatnya. Mereka tersenyum bersamaan. Membuatku tersenyum lebih mengembang lagi. Sampai kurasakan pegal bibirku puas tersenyum. Tapi, tiba-tiba Mama mengernyitkan dahinya.

“Rib, kamu yakin ini cerpen yang kamu kirim kemarin?”, tanya Mama.
“Yakin dong, Ma. Memangnya kenapa?”, tanyaku lagi.
“Hmm…Mama sempat lihat cerpen kamu waktu kamu ketiduran di depan laptop. Tapi, judulnya bukan ini, deh… Coba kamu lihat,” ujar Mama sambil mnyerahkan koran kepadaku.
Dan betapa terkejutnya aku, judul cerpen yang ku lihat bukanlah yang ku kirim kemarin. Aneh, judul cerpen itu adalah judul cerpen yang hilang bersama Klik. Timbul tanda tanya besar dalam hatiku. Siapa yang mempublikasikan cerpenku hingga di muat di koran? Pasti ia yang telah mengambil Klik.
^_^

UAS pun tiba. Untuk mata kuliah yang satu ini, aku senang bukan kepalang. Aku bebas UAS. Aku hanya mengumpulkan guntingan cerpenku kepada dosen.

“Wah…bagus,bagus…karya kamu sudah bisa diterima di koran. Nanti akan ibu baca cerpennya. Kamu ibu nyatakan bebas UAS dan langsung mendapat nilai sempurna”, tutur beliau.
Aku benar-benar bahagia bisa lolos dari UAS mata kuliah ini. Yang bebas UAS hanya aku dan Airin, sahabatku. Kami merasa tidak enak juga dengan teman-teman. Tapi, kami sudah berusaha untuk ujian ini. Dan alhamdulillah karya kami mendapat respon positif dari media. Aku dan Airin menjauh dari lokasi UAS. Kami tak ingin mengganggu konsentrasi teman-teman yang sedang berjuang. Semangat teman!

“Rin, sebenarnya cerpen yang dimuat dikoran itu…”
“Kenapa cerpennya, Rib? Yang jelas, kamu nggak plagiat kan?”, tanya Airin.
“Nggak kok, Rin…itu murni karyaku. Kamu tau kan flashdisk-ku hilang sekitar 1 bulan yang lalu?”, tanyaku.

“Iya, aku tau… Kalo nggak salah, kamu bilang disitu ada cerpen yang udah kamu siapin buat dikirim kan?”, kata Airin mencoba mengingat-ingat.
“Nah, itu dia, Rin… Cerpen yang dimuat itu, cerpen yang ada di flashdisk-ku! Aneh kan?”, kataku.
“Hah, masa sih, Rib? Kok bisa?”
“Aku nggak tau, Rin… Kenapa yang ngambil itu nggak permisi dulu ke aku?”, kataku lesu.
“Ah, kamu ini… Kalo pake permisi bukan hilang flashdisk-nya, tapi dipinjem! Ngelawak bu?”, kata Airin yang dilanjutkan dengan tertawa. Aku menggembungkan pipi sambil cemberut melihatnya. Ia salah tingkah, lalu berusaha mengendalikan dirinya.

“Tiap lagi mumet, aku di ketawain. Sama aja tuh kayak Mas Rangga! Sebeeeeell tau!!”, gerutuku.
“Iya deh, maaf yaa…sahabatku yang centil, Ribka Arsya Maharani…”, kata Airin mengejek.
Aku masih cemberut dan tak menanggapi Airin. Tapi, Airin kelihatan berpikir sambil menaruh jari telunjuk menopang dagunya. Lalu tiba-tiba…

“Aha! Kamu udah coba tanya sama Bang Rangga?”,kata Airin mengejutkanku.
“Bikin kaget aja kamu, Rin! Udah aku tanyain sama dia. Seingatku, aku nanyain sejak… tiga hari flashdisk-ku hilang!”, kataku dengan nada meninggi.
“Jiaah…coba deh kamu tanya lagi. Bisa jadi dia tuh yang ngambil flashdisk kamu. Coba aja lagi..”, kata Airin menyarankan.

“Ntar malem deh, aku coba tanyain lagi. Jam segini dia sibuk”, kataku.
“Ya udah, nggak usah terlalu dipikirin. Ke kantin yuk?”, ajak Airin.
“Yuk, lagian udah haus juga nih…hehe”
^_^
Malamnya, aku ingin mencoba menanyakan kembali tentang flashdisk itu. Pada saat aku ingin menelepon, ponselku bordering. Ku lihat layar ponselku.
 Mas Rangga Jelek
memanggil…
Segera ku jawab telepon darinya.
“Halo, assalamu’alaikum”, sapanya lembut. Ini tak biasanya.
“Wa’alaikumsalam, Mas. Ribka mau nanyain tentang…”,kata-kata ku terpotong.
“Flashdisk kan?”, terka Mas Rangga.
“Iya. Kok Mas tau? Jangan-jangan beneran Mas nih yang ngambil? Haduh, kenapa nggak mau ngaku sih?”, tanyaku penasaran.
“Selamat ya cerpen kamu dimuat di koran”,tuturnya.
“Ih, lain ditanya lain yang dijawab. Jawab dulu dong!”,kataku yang mulai kesal.
“Yeee….kok maksa banget sih? Memang Mas kok yang ngambil flashdisk Ribka! Puas?”, katanya menantangku.

“Hah? Buat apa Mas ngambil flashdisk-nya? Jahat!”, kataku yang hampir saja menangis.
“Awalnya, Mas cuma pengen ngerjain. Habisnya pas kemaren kita ketemu, kamu tinggalin flashdisk-nya gitu aja. Ya udah, Mas ambil aja. Trus, kamu bilang mau ngirim cerpen ke koran. Ya udah, Mas kirimin aja ke koran pake nama kamu dan nama kampus kamu. Alhamdulillah diterima kan? Hahaha… Jangan marah ya, Rib… Ntar manisnya hilang loh! Hahaha…”, ujarnya bercerita dibumbui dengan meledekku.
“Tapi, Mas udah buat Ribka panik sebulan tau! Nyebelin banget!”, kataku menahan kesal.

“Nah, Mas nggak bakalan ngasitau dan ngembaliin flashdisk kamu kalo nggak keterima di koran. Padahal, rencananya mau nahan flashdisk-nya 1 ½ bulan sejak Mas kirim. Tapi, udah terbit duluan. Alhamdulillah dong…hehehe…”,katanya dengan cengengesan.
“Hmm…oke, oke! Mumpung belom terlalu malem, balikin sekarang! Nggak pake lama!”, kataku memerintah.
“Siap, Bos! Mas Rangga yang ganteng akan segera meluncur…Assalamu’alaikum”, katanya menutup pembicaraan.
“Wa’alaikumsalam…”, jawabku.
^_^

Setelah menunggu sekitar 1 jam, Mas Rangga baru nongol. Dan aku yang menunggu pun makin dongkol.
“Assalamu’alaikum”, sapanya dari atas motor.
“Wa’alaikumsalam”, jawabku. Lalu, keluar rumah menghampirinya.
“Ini flashdisk nya. Eit…eit…eit…”, ia memain-mainkan flashdisk-ku sehingga membuatku sulit mengambilnya.
“Ooh…mau diteriakin maling nih?”, tanyaku menantang.
“Iya deh, iya…nih”, sambil memberikan flashdisk ku.
Mas Rangga sudah memutar stang motornya hendak bergegas pulang. Tapi, aku buru-buru mencegatnya.

“Jangan pulang dulu… Ada oleh-oleh khusus nih, buat Mas. Satu aja nggak apa-apa kan?”,tanyaku sambil bersiap-siap.
“Memangnya apaan?”,tanya Mas Rangga.

BUKK!!
Tabokanku menyentak bahunya dengan keras. Ia mengaduh sambil minta ampun.
“Ampun, Rib… satu aja nggak apa-apa kok. Malah Mas nggak mau dua kali… ampun…ampun…”, katanya memelas.
“Dasar wanita!”, gumamnya. Dan aku mendengar itu.
BUKK!! Untuk yang kedua kalinya.

“Haduh…kan tadi udah dikasih satu…kok jadi gratis satu lagi sih naboknya? Langsung pegel nih badan. Ayo pijitin!”,protes Mas Rangga.
“Ooh..minta sekali lagi?”, tanyaku menahan geram.

“Nggak, nggak… udah baikan kok… ini udah bugar habis di tabok”, sambil memperagakan gerakan bahu yang biasa dipakai senam.
“Halah… Oh iya, satu lagi, Mas harus antar jemput Ribka selama flashdisk itu hilang dari Ribka!”, pintaku.
“Hah? Nggak ada syarat lain?”, tanya Mas Rangga.
“Nggak ada! Deal?”, kataku.

“Terpaksa, deal. Daripada nggak di maafin seumur hidup. Huh…”, keluh Mas Rangga.
Aku tersenyum penuh kemenangan. Hal ini akan membantuku menghemat uang jajanku sebulan. Lumayan, uang bensin bisa dipakai untuk nabung. Terima kasih Mas Rangga yang baik hati. Hehehe…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika tulisan ini bermanfaat tolong dikomentari yach.....